TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan vaksin palsu ramai dibicarakan, dengan terungkapnya komplotan vaksin dan masifnya persebaran vaksin palsu.
Pemerintah menyebutkan setidaknya 14 rumah sakit diduga menjadi tempat diedarkannya vaksin palsu.
Masyarakat merasa dirugikan tidak hanya karena biaya yang cukup mahal untuk membayar vaksin palsu.
Namun juga implikasi yang lebih serius akibat hilangnya imunitas dalam tubuh anak, sampai dengan kemungkinan masuknya zat-zat tertentu yang potensial berdampak buruk terhadap kesehatan anak pada jangka panjang.
Dalam Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA-PPMI), Minggu (24/7/2016), dibahas mengenai "Darurat Farmasi: Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat."
Agung Sapta mewakili Dokter Indonesia Bersatu, mengatakan bahwa selain vaksin palsu ada lagi yang tidak terlihat di permukaan yaitu, pemalsuan obat.
Lanjutnya, ia mengungkapkan dengan kejadian terbongkarnya vaksin palsu, diharapkan menjadi bahan evaluasi tentang sistem kesehatan di Indonesia.
"Pemerintah harus menyatakan sikap, bahwa produksi vaksin palsu sudah ada selama13 tahun, menandakan buruknya sistem kesehatan dan kegagalan negara," tambahnya.
Menurutnya perbuatan tersebut merupakan kejahatan manusia.
Banyak anak yang telah menjadi korban, kehilangan kesempatan memiliki daya tahan terhadap sejumlah penyakit.
Saat ini i proses hukum terhadap puluhan tersangka sudah berjalan. Polisi masih terus menelisik jaringan vaksin palsu di berbagai provinsi.
"Namun, di luar tindakan hukum pemerintah mesti bergerak cepat mencari dan memusnahkan sisa vaksin palsu yang masih beredar, sekaligus memastikan kejahatan itu tidak terulang lagi," ujar koordinator (FAA-PPMI).
Penulis: Faizal Rapsanjani