TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Farhat Abbas mendatangi Rumah Duka Sint Carolus, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016) sore.
Farhat merupakan pengacara terpidana mati asal Nigeria, Seck Osmane.
Pantauan Tribunnews.com, ia bersama asistennya datang dengan membawa berkas permohonan grasi yang juga ditunjukkan kepada awak media.
Menurutnya, eksekusi yang dilakukan terhadap kliennya tersebut merupakan tindak kesewenang-wenangan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kami akan melaporkan kegiatan eksekusi pembunuhan terhadap Seck Osmane ke Komnas HAM. Ini waktunya sangat mendadak sekali saat isolasi gak sampai tiga hari mereka sudah ditembak, tidak sampai 72 jam setelah pemberitahuan dari kejaksaan kepada mereka," kata Farhat di depan ruang Bernadet, Rumah Duka St Carolus, Salemba Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016).
Sore ini, rencananya ia akan bergabung dengan tim pengacara yang aktif dalam kemanusiaan untuk mewakili keluarganya dalam melakukan upaya penanganan kesewenang-wenangan tersebut.
"Para penyalahgunaan kewenangan kekuasaan ini harus dapat hukuman yang setimpal karena melanggar UUD 1945 dan UU grasi itu sendiri," imbuhnya.
Ia menilai kliennya tidak diberi kesempatan menunggu hingga enam bulan guna menggunakan hak grasi yang ditujukan pada Presiden.
Langkah itu memerlukan waktu untuk beberapa hal yang harus dilakukan dari lembaga yudikatif terkait seperti MA, DPR, dan kementerian HAM.
"Kenapa harus dieksekusi segera? Kejaksaan Agung dan kepolisian RI yang melakukan penembakan terhadap Seck Osmane melanggar UU, melanggar hak dari terpidana mati untuk menunggu jawaban dari presiden atas grasi," tuturnya.