Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wajahnya nampak kelelahan, ia mengaku sudah tiga hari tidak tidur.
Cuaca yang ektrem di Pulau Nusakambangan yang terpencil tak membuatnya menyerah memberi pelayanan rohani kepada para terpidana mati.
Pendeta Rina, telah mengabdi memberi pelayanan rohani selama 14 tahun di Lapas Nusakambangan.
Ia selalu hadir di sana setiap bulan di minggu terakhir.
Menjadi pelayan rohani bagi terpidana mati justru membuatnya jatuh cinta pada profesi tersebut.
Ia justru banyak belajar dari para terpidana mati tentang banyak hal.
Khususnya pertemuannya dengan Seck Osmane, terpidana mati asal Nigeria yang divonis sebagai pengedar obat-obatan terlarang di Indonesia.
"Ia pria yang ceria, ramah, dan selalu gembira. Dia begitu tegar menghadapi kematian," ujarnya ketika mendampingi jenazah hingga rumah duka Sint Carolus Salemba, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Ia melihat Seck Osmane tak peduli pada kematian yang sudah ada di depan matanya.
Justru dari situ Rina belajar bahwa kematian adalah hal yang tak perlu ditakuti.
"Kami terus bernyanyi di tengah hujan lebat. Mereka bernyanyi bahagia walaupun mereka masih merasakan ketidakadilan selama proses peradilan yang mereka lalui," ceritanya.
Dalam pesan terakhirnya Seck Osmane meminta maaf kepada keluarganya atas kasus yang menimpanya.
"Itu membuktikan bahwa menjelang kematian, hal yang paling diingat oleh manusia adalah keluarganya. Saya bahagia sempat menjadi bagian dari keluarga Osmane. Dia orang yang sungguh menyenangkan," kata Rina.
Jenazah Seck Osmane sudah disemayamkan di Ruang Bernadet Rumah Duka Sint Carolus sejak pukul 10.45 WIB tadi.
Rencananya jenazah Seck Osmane akan diberangkatkan ke negara asalnya Hari Senin pekan depan.