News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaksa Disuap

Kepala dan Aspidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jadi Saksi Kasus Suap Petinggi PT Brantas

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipbraya Dandung Pamularno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, Rabu (3/8/2016).

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu sebagai saksi dalam perisidangan tersebut.

Sebelumnya nama Sudung dan Tomo disebut dalam dakwaan Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.

Sudung dan Tomo disebut dijanjikan diberi uang dari dua bos BUMN itu senilai Rp 2,5 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat sejumlah USD 186.035,00.

Percobaan suap bermula ketika pada 15 Maret 2016 Sudung Situmorang mengeluarkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan perusahaan yang dilakukan Sudi Wantako yang merugikan keuangan negara dalam hal ini PT Brantas Abipraya sebesar Rp 7.028 miliar.

Menindaklanjuti hal itu Tomo Sitepu memanggil sejumlah staf PT Brantas Abipraya untuk dimintai keterangan.

Sudi yang mengetahui pemanggilan pada staf PT Brantas mempunyai pemahaman bahwa penanganan perkara telah masuk dalam tahap penyidikan dan Sudi sebagai tersangkanya.

"Karena itu Terdakwa I meminta Terdakwa II untuk ikut membantu dalam menghentikan penyidikan kasus tersebut," kata Jaksa KPK Irene di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).

Jaksa Irene menjelaskan, terdakwa II kemudian menghubungi Marudut guna membicarakan pemanggilan staf PT Brantas Abipraya oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Pada 22 Maret 2016 diadakan pertemuan untuk membahas hal itu.

"Marudut diminta Terdakwa II untuk menyampaikan kepada Sudung agar menghentikan proses pemeriksaan terhadap penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya. Atas permintaan itu, Marudut menyanggupinya dan segera membicarakannya dengan Sudung," kata Jaksa Irene.

Menindaklanjuti permintaan itu, Marudut kemudian menemui Sudung di kantornya.

Dalam pertemuan itu, Marudut meminta kepada Sudung dan Tomo untuk menghentikan penyelidikan penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya.

"Atas permintaan itu Sudung memerintahkan Marudut untuk membicarakan lebih lanjut dengan Tomo Sitepu," katanya.

Atas arahan Sudung, Marudut lantas menemui Tomo dan meminta supaya penyelidikan dihentikan.

Tomo yang mengetahui kasus masih tahap penyelidikan, menyebut bahwa kasus sudah tahap penyidikan.

"Tomo menyetujui untuk menghentikan penyidikan dengan syarat Terdakwa I memberikan sejumlah uang dan permintaan tersebut disanggupi oleh Marudut," kata Jaksa Irene.

Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Marudut kepada Terdakwa II.

Kemudian Terdakwa II meminta uang kepada Terdakwa I sejumlah Rp 2,5 miliar.

Terdakwa I kemudian memerintahkan Terdakwa II untuk mengambil uang kas dari PT Brantas Abipraya melalui Joko Widiyantoro.

Guna menindaklanjuti perintah para terdakwa, tanggal 28 Maret 2016 sampai tanggal 30 Maret 2016 Joko Widiyantoro mengambil uang dari kas PT Brantas Abipraya sejumlah Rp 2,5 miliar dengan cara mengeluarkan voucher pengeluaran kas PT Brantas Abipraya sejumlah Rp 5 miliar untuk membiayai proyek Wisma Atlet C3 di Kemayoran.

Wisma Atlet C1 di Kemayoran dan proyek Rumas Susun Sulawesi 3 di Makassar sehingga seolah-olah pengeluaran uang tersebut untuk pembiayaan proyek.

"Padahal sejumlah Rp 2,5 miliar ditarik kembali dan ditukarkan dalam pecahan dollar Amerija sejumlah USD 186,035 untuk diberikan pada Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang," kata Jaksa Irene.

Pada 31 Maret 2016 bertempat di toilet pria lantai 5 The Hive Hotel Best Western Cawang, Terdakwa II meneyerahkan uang sejumlah Rp2 miliar dalam bentuk mata uang dollar Amerika Serikat sejumlah USD 148.835,00 sedangkan uang Rp 500 juta disimpan Terdakwa II untuk biaya makan dan golf dengan Sudung.

Setelah mendapat duit, Marudut menghubungi Sudung tapi tak ada jawaban. Dia lantas menghubungi Tomo untuk menghadap dan memberikan duit.

Setelah Marudut dipersilakan untuk datang ke Kejaksaan Tinggi DKI oleh Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang, Marudut langsung menuju kantor Kejaksaan Tinggi DKI.

"Namun dalam perjalanan, Marudut ditangkap dan uang sejumlah USD148.835 disita oleh petugas KPK," kata Jaksa Irene.

Terkait perbuatannya, Terdakwa I dan Terdakwa II didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini