TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bibir bergetar, bicara terbata-bata hingga terus menanyakan maksud kedatangan.
Begitu ekspresi kecemasan Ahmad Taufik (41), warga Jagakarsa yang ditetapkan tersangka ujaran kebencian di facebook terkait kerusuhan Tanjung Balai, saat ditemui Tribun di kediamannya, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2016).
Taufik mengaku masih syok dan khawatir dibawa kembali ke Mapolda Metro Jaya sehingga ia mengira didatangi oleh polisi.
Namun, akhirnya ia bersedia menerima kedatangan awak media setelah diberi penjelasan.
Taufik tak menyangka postingan tulisan terkait kerusuhan di Tanjung Balai di akun facebooknya berujung di kantor polisi. Ia menyesal.
"Saya benar-benar menyesal. Saya benar-benar minta maaf. Saat Selasa saya di-BAP di Polda saya juga sampaikan penyesalan dan minta maaf. Sebab, tidak pernah terpikir sebelumnya saya sampai duduk diperiksa di kantor polisi hari itu," ucap Taufik.
"Saya nggak punya niatan atau tujuan tertentu, apalagi sampai niat provokasi atau organisir massa setelah kerusuhan di sana. Saya betul-betul menulis di facebook karena kekesalan saya saat itu saja setelah baca berita. Tapi, ternyata itu salah dan melanggar. Ini kesalahan dan jadi pembelajaran untuk saya dan pembelajaran untuk warga lainnya," sambungnya.
Sebelum menceritakan awal mula dia memposting tulisan bernada ujaran kebencian hingga berujung ke kantor polisi, Taufik menceritakan latar belakang dirinya.
Taufik mengaku telah mempunyai istri dan seorang anak perempuan yang duduk di bangku Sekolah Dasar.
Sebelumnya, ia bekerja sebagai desainer interior properti pada sebuah perusahaan di Jaksel. Namun, karirnya di perusahaan tersebut berhenti setelah ia terkena serangan stroke pada otak kiri pada 2012.
Akibatnya, sejumlah organ bagian kanan tubuhnya lumpuh dan tidak bisa digunakan, seperti tangan dan kaki kanan.
Kaki kanan Taufik terlihat terpincang-pincang saat melangkah dari kamarnya menuju ke ruang tamu. Siku tangan kanannya pun terus terlihat menekuk kaku. Demikian juga dengan pergelangan tangannya.
Pada 2013, dia didiagnosa oleh dokter terkena virus Toksoplasma dan berimbas pada sistem saraf dan kekebalan tubuhnya.
Dua serangan penyakit tersebut membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Sejak 2012, aktivitas hidupnya lebih banyak dihabiskan di dalam kamar dan rumah dengan dibantu oleh istri dan orang tua.
"Jujur, saya sudah empat tahun ini dalam keadaan stroke. Kalau tidak ibadah atau desain-desain di laptop, saya buka-buka postingan dari teman dan sebaliknya di kamar. Beruntung ada istri yang sabar menemani saya meski saya sudah tidak bisa bekerja," aku Taufik.
"Anak saya setelah stroke lebih sering di kamar, ke ruang tamu ini saja jarang. Kegiatannya di kamar kadang salat, baca Alquran dan baru belakangan ini suka aktivitas dengan handphone dan laptop-nya pakai satu tangan kiri. Dia suka gambar desain, kalau main facebook saya jarang lihat," kata ayahanda Taufik, Tedi, menimpali pengakuan putra pertamanya itu.
Diberitakan, Jumat (29/8/2016) malam, enam vihara dan kelenteng di Tanjung Balai, Sumatera Utara, dirusak dan dibakar massa.
Kejadian diawali adanya teguran seorang warga keturunan, M (41) kepada nazir masjid agar mengecilkan volume mikrofon.
Nazir dan jemaah masjid mendatangi M di kediamannya hingga akhirnya dia dan suami diamankan ke Mapolsek Tanjung Balai Selatan.
Namun, massa mulai berkumpul dan melakukan tindakan anarkis terhadap rumah ibadah setelah adanya posting sebuah tulisan facebook seorang warga.
Sejumlah media massa elektronik dan media online memberitakan kejadian tersebut tak lama setelah kejadian.
Taufik mengaku justru baru mengetahui informasi kejadian tersebut pada Sabtu (30/8/2016) pagi. Ia ketahui informasi kejadian itu dari link artikel berita yang dikirimkan lewat pesan Whatsapp temannya.
"Jadi, salah besar kalau ada yang menyangka saya diamankan polisi karena yang menulis facebook sehingga warga yang di Tanjung Balai jadi rusuh. Saya baru posting tulisan di facebook Sabtu jam 10. Sementara, kejadian di Tanjung Balai itu Jumat malam dan saya baru tahu paginya," jelasnya.
Taufik mengaku saat itu dirinya menafsirkan isi berita di media online tersebut, yakni telah terjadi kerusuhan di Tanjung Balai bermula karena adanya teguran terhadap volume suara adzan masjid. Seketika ia kesal dan memposting link berita beserta komentar di dua akun facebook-nya.
"Saat itu, saya kesal dan kejadian ini nggak bisa dibiarkan. Setelah itu saya tulis di facebook jam 10-an. Isinya satu tentang link berita dan satu lagi komentar saya," ujarnya.
"Saya posting itu tanpa berpikir kalau ternyata ada dampaknya dan ada undang-undangnya," sambungnya.
Sebagaimana rilis pihak Polda Metro Jaya, Ahmad Taufik (41), ditangkap atas dugaan menulis informasi di dua akun facebook diduga bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan antar warga dengan bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Ahmad Taufik ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP. Ia terancam hukuman pidana penjara enam tahun dan atau denda Rp1 miliar.
Istri Jadi Jaminan
Selasa (2/8/2016) pagi sekitar pukul 06.00 WIB, menjadi hari yang paling tak terlupakan bagi Taufik. Sebab, baru saja ia menghidupkan telepon genggam, 13 polisi berpakain dinas dan bebas mendatangi kediamannya.
Rupanya, para polisi tersebut hendak membawanya ke Mapolda Metro Jaya untuk dimintai keterangan menyusul dua postingan tulisan di akun facebook-nya.
"Yah saya kaget, pagi-pagi saya sudah didatangi banyak polisi. Ada 13 polisi yang datang, tapi yang masuk dan cari-cari ke dalam kamar hanya beberapa. Lalu saya diberitahu soal tulisan di facebook saya soal kejadian Tanjung Balai. Lalu, ditanya-tanya dan diminta hp dan laptop saya. Hp istri dan tab anak saya juga disita. Yah, anggota keluarga saat itu juga kaget," ujarnya.
"Yah saya kaget, kok anak saya bisa berurusan sama polisi gara-gara begituan, gara-gara tulisan di facebook. Saya nggak mengira," timpal ayahanda Taufik, Tedi.
Lantas, polisi membawa Taufik dengan mobil patroli ke Mapolda Metro Jaya dengan disaksikan istri, orang tua dan Ketua RT setempat.
"Waktu polisi-polisi datang, menjelaskan dan langsung membawa saya, saya nggak protes, nurut aja, saya Bismillah aja," ujarnya.
Ia mengaku diberi penjelasan dan dicecar sejumlah pertanyaan saat menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya sejak Selasa pagi hingga menjelang malam.
Di depan penyidik, ia mengutarakan awal mula dan motifnya memposting tulisan di facebook yang ternyata dianggap berisi ujaran kebencian tersebut.
"Yah, saya ceritakan kalau saya posting cuma respon hati saya yang kesal setelah baca berita kejadian di Tanjung Balai. Saya nggak bermaksud tujuan tertentu, saya nggak punya massa. Kalau ada balasan komentar di facebook saya itu cuma sekadar comment, bukan kami sengaja bagian sekelompok orang yang mau provokasi," ujarnya.
Ayahanda dan istrinya membesuk di sela pemeriksaan pada Selasa siang lantaran khawatir dengan kondisi kesehatan Taufik.
Taufik pun sempat tertidur di meja pemeriksaan karena daya tahan tubuh dan kelelahan menjalani pemeriksaan.
Akhirnya, penyidik mengizinkan Taufik pulang ke rumah atau tidak ditahan atas dasar kemanusian setelah mengetahui kondisi kesehatan dan fisiknya itu. Namun, ia dikenakan wajib lapor dua kali seminggu dengan jaminan sang istri.
"Istri saya sebenarnya masih syok, tapi dia bersedia jadi jaminan untuk saya. Dia juga diminta polisi supaya saya tidak memposting tulisan seperti itu lagi. Saya pun sekarang sudah tidak ada hp dan laptop karena sudah disita," ujarnya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Taufik menyatakan akan memenuhi panggilan pemeriksaan jika hendak dimintai keterangan oleh penyidik.
"Sekarang saya sudah pasrah. Saya mengaku salah, makanya saya menyesal dan minta maaf waktu diperiksa itu. Kalau saya bisa tarik tulisan di facebook itu, saya mau kok tarik," ujarnya.
"Saya juga memohon maaf kepada semua pihak yang merasa tersinggung atau dirugikan atas tulisan yang saya posting itu. Saya betul-betul menyesal dan minta maaf," ujar dia. (Coz)