News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Shamsi Ali, Ulama Indonesia di Amerika yang Kerap Dicurigai FBI

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Shamsi Ali, saat sedang memberikan kotbah di pusat komunitas Jamaica Center, Queens, New York.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di Amerika Serikat (AS), mengenalkan Islam tak cukup melalui mimbar masjid.

Menghadapi kecurigaan sekaligus rasa penasaran masyarakat akan agama yang masih ditakuti oleh sebagian warga negara AS, cara mengenalkan Islam pastinya butuh langkah progresif.

Hal itu seperti yang dilakukan tokoh Islam AS asal Indonesia, Shamsi Ali. Mantan imam Islamic Cultural Center (Masjid Raya) New York itu bahkan menyasar petugas kepolisian untuk mengenalkan Islam.

Shamsi mengenalkan Islam kepada pihak kepolisian bukan sekadar untuk dakwah. Lebih dari itu, karena Islam terkesan asing di AS, maka dibutuhkan pengenalan lebih jauh agar tak terjadi salah paham saat petugas kepolisian berinteraksi dengan umat Islam di sana.

"Beberapa hal yang belum dipahami oleh polisi di AS misalnya ketika berinteraksi dengan muslimah yang tak mau berjabat tangan atau tak mau disentuh oleh lelaki yang bukan muhrim," ujar Shamsi saat diwawancarai Kompas.com di Masjid Al Azhar, Jakarta, Minggu (7/8/2016).

Pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan itu mengatakan, terkadang tindakan muslimah yang tak menyambut jabat tangan dipandang sebagai sikap tidak hormat.

Karena itulah Shamsi menganggap kepolisian perlu mendapat penjelasan akan sikap muslimah jika ada yang seperti itu. Tak hanya itu, Shamsi pun mengajari polisi tentang tata krama saat memasuki masjid, seperti melepas alas kaki.

Menurut Shamsi hal itu memang terkesan sepele. Namun, dari kesepelean itu bisa jadi memunculkan benih kebencian yang bisa berujung konflik jika terus dipelihara.

"Jika satu sama lain sudah saling mengerti maka tak akan lagi ada kecurigaan, pihak kepolisian tak akan curiga kepada umat Islam yang sering dicurigai sebagai kelompok radikal," ucap Shamsi Ali.

"Sebaliknya, umat Islam tak akan curiga kepada polisi yang seolah menyudutkan Islam," tuturnya.

Respons yang dihadirkan kepolisian pun positif. Shamsi menuturkan, mereka kini lebih memahami pola interaksi yang ada di komunitas muslim.

Parade teraman

Tak hanya itu, kepolisian pun menjadi kooperatif di saat umat Islam New York menggelar acara. Salah satunya Parade Islam yang akan berlangsung 25 September nanti.

Shamsi menuturkan, kepolisian pun dengan mudah menerima izin Parade Islam yang hendak dihelat komunitas muslim New York.

"Jadi New York itu dikenal dengan kota parade. Ada Parade Puerto Rico bahkan Parade Gay sekalipun, dan saya pikir Islam pun harus menunjukan eksistensinya sebagai entitas sosial yang tak berbeda dengan warga New York," tutur Shamsi.

Dalam Parade Islam itu biasanya komunitas muslim New York memperkenalkan Islam dengan sejumlah aksi damai. Parade Islam dimulai dengan shalat berjamaah.

Setelah itu rombongan memulai parade dengan shalawat melintasi pusat kota dan ditutup dengan orasi serta bazaar. Di dalam bazar biasanya umat agama lain pun ikut berpartisipasi.

Di tengah embusan citra negatif tentang Islam yang intoleran, kepolisian justru menganggap Parade Islam yang digelar komunitas muslim New York merupakan parade yang beda dibandingkan parade lainnya.

"Bahkan saat kami meminta izin ke kepolisian untuk menyelenggarakan Parade Islam, kepolisian langsung menyetujui dan mengatakan parade kami paling aman dari semua parade yang digelar di New York," ujar Shamsi.

Menurut kepolisian, Parade Islam merupakan yang paling aman dan damai karena tak ada kegaduhan dan minuman keras.

"Mereka (kepolisian) malah bilang, Parade Islam ini pengamanannya paling ringan," tutur Shamsi.

Namun, kedekatan Shamsi dengan Kepolisian New York terkadang dimaknai negatif oleh sekelompok umat Islam New York, terutama oleh beberapa golongan yang cenderung ekstrem.

"Mereka menuding saya lebih berpihak kepada kepolisian dalam segala hal. Padahal saya dekat dengan kepolisian dan FBI karena memang saya penasehat rohani di sana," ujar Shamsi.

Dia mengaku tak pernah mempersoalkan tudingan negatif tersebut. Bagi Shamsi, umat Islam di AS harus progresif dalam mengenalkan Islam kepada publik AS.

Jika menggunakan cara konvensional yang pasif, pastinya keingintahuan publik AS terhadap Islam tak akan terjawab.

"Selama ini Islam dikenal sebagai agama intoleran oleh sebagian masyarakat AS. Jika kita ingin mengenalkan Islam sejati dengan ajaran kedamaian, toleransi, dan demokrasi, maka kita harus tampil menjadi yang paling depan menunjukan citra itu," kata Shamsi.

"Kalau perlu, umat agama lain dan kelompok yang bersebrangan dengan Islam, kita ajak bicara, kita tunjukan Islam itu terbuka, toleran, dan penuh dengan kedamaian," lanjut dia.

Penulis: Rakhmat Nur Hakim

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini