TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Gerindra Muhammad Syafii angkat bicara mengenai doa yang menggemparkan di sidang paripurna. Sidang itu diikuti oleh Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Syafii mendapat jatah membacakan doa pada sidang paripurna ketiga. Pada sidang pertama, pembacaan doa oleh PDP kemudian sidang kedua oleh Golkar.
"Baru ketiga, giliran Gerindra. Kebetulan pimpinan fraksi tunjuk saya sebagai pembaca doa," kata Syafii ketika ditemui di ruangannya, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Anggota Komisi III DPR itu mengakui Kesekjenan DPR meminta konsep doa. Tetapi, ia mengaku belum pernah berpidato atau doa menggunakan konsep.
Saat menuju ruangan sidang paripurna, Syafii kembali ditanya pihak kesekjenan terkait doa penutupan.
Namun, Syafii kembali menjelaskan dirinya tidak menggunakan konsep. Ia hanya ingin merefleksikan kemerdekaan ke-71 RI.
"Saya jumpai situasi terakhir yang saya temui. Panitia masih tanya apa konsepnya saya bilang enggak ada. Pas mereka pergi saya malah stress, saya mau doain apa ini," kata Ketua Pansus UU Terorisme itu.
Lalu, Syafii menyimak pidato Ketua DPR Ade Komarudin serta Presiden Joko Widodo. Akhirnya, 60 persen pidato tersebut muncul dari idenya. Sedangkan, 40 persen hanya mengalir begitu saja.
Ia melihat Indonesia sudah menderita serta situasi ekonomi pada tingkat berbahaya.
"Saya menangis karena belum berperan maksimal jadi saya menangis. Pengalaman saya selama ini lapas-lapas narkoba bisa kencang, peredaran narkoba luar biasa. Korupsi dimana-mana. Kasus-kasus besar enggak ada temunya sedangkan kecil-kecil dipermasalahkan. Itu bercampur baur soal itu," katanya.
"Kalau saya enggak mampu ini, saya mundur aja. Bahkan diganti," ujarnya.
Syafii mengaku kaget setelah berdoa dan menangis, peserta sidang bertepuk tangan dan menyalaminya. Akhirnya, ia kembali ke ruangannya dengan rasa puas dan tenang.
"Tahu-tahu ramai di medsos. Sungguh enggak saya duga," ujarnya.
Syafii lalu bercerita telah menjadi penceramah lebih dari 40 tahun.
Ia menjadi ustadz sejak sekolah menengah atas. Pada tahun 1978, ia telah berkeliling sejumlah provinsi untuk berceramah.
"Jadi memang doa saya tidak bisa saya karang. Dari dulu saya doa dan pidato belum pernah pake text," ujarnya.