TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan transaksi narkoba sebesar Rp 2,8 triliun.
Temuan itu bermula dari laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 21 Maret 2016 lalu.
Temuan transaksi itu lebih kecil dari LHA PPATK yang mencurigai dana terkait hasil narkotika mencapai Rp 3,6 triliun.
"Kasus Rp 3,6 triliun itu terkait dengan sindikat atas nama Pony Tjandra. Ini sedang berjalan, dan sudah tiga orang dilakukan penangkapan dan penahanan. Kami juga sudah menyita uang dan barang bergerak lainnya," kata Deputi Pemberantasan BNN, Amran Depari saat konferensi pers di Kantor BNN, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Menurutnya, dana hasil transaksi narkotika itu diperkirakan berlangsung sejak 2014 hingga 2015. Sejumlah uang mengalir ke 32 bank, dan beberapa perusahaan baik di dalam negeri maupun sejumlah negara di Eropa dan Asia.
"Bisnis yang mengaburkannya banyak. Ada pabrik yang tidak aktif, ekspor-impor fiktif, sampai money changer. Tapi belum saatnya kami sampaikan di mana saja uang tersebut disimpan dan siapa saja tiga orang yang kami tahan terkait Poni Chandra ini," urainya.
Ia menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa negara. Sejumlah data pun diberikan kepada penegak hukum demi mencokok pelaku terkait jaringan narkoba di Indonesia.
"Perbedaan hukum dengan negara berbeda ini jadi hambatan. Tidak semua negara kooperatif untuk menyelidiki hal ini. Kami berusaha menjalin kerja sama untuk menuntaskan kasus ini," paparnya.
Pony Tjandra merupakan terpidana kasus penyelundupan ribuan butir ekstasi. Ia dihukum penjara seumur hidup. Jaksa sempat menuntut mati Pony Tjandra pada September 2006, tetapi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) hanya memvonis 20 tahun.
BNN lalu menyeret Pony dengan UU TPPU dan Rp 600 miliar aset Pony disita untuk negara. Namun, Pony kemudian terungkap memiliki jaringan dengan total transaksi sekitar Rp 2,8 triliun. BNN menyita mobil Jaguar dan tiga motor Harley.
Direktur TPPU BNN Brigjen Rahmat mengatakan tiga orang yang dicokok BNN berada di wilayah Sumatera. BNN menyita uang Rp 1 miliar dan empat mobil mewah.
"Masih kami kembangkan," tegas dia.
Koordinator KontraS Haris Azhar menilai, perputaran uang hasil temuan BNN hanya sebagian kecil. Ia meyakini perputaran uang terkait narkoba lebih dari Rp 2,8 triliun.
"Kalau perputaran uangnya saya rasa lebih dari itu," ujar Haris Azhar seraya mengemukakan, Freddy Budiman tidak pernah menyebut uang trilunan dalam bisnis narkoba di Indonesia. Ia hanya menyebut ada oknum penegak hukum yang menerima uang Rp 90 miliar dalam berbisnis narkoba.
"Tidak pernah bilang omset ataupun uang triliunan. Terkait uang ia hanya bilang miliaran rupiah, seperti yang ada pada tulisan saya," katanya.
Dalam tulisan berjudul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit' itu, sejumlah oknum aparat penegak hukum diduga terlibat dalam peredaran narkoba di Indonesia.
Menanggapi tulisan Haris Azhar tersebut tiga lembaga yakni TNI, Polri, dan BNN membentuk tim independen dan investigasi sendiri-sendiri untuk menelusuri kebenaran pengakuan Freddy Budiman. (tribunnews/wah/rik)