Pemerintah Indonesia melalui Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, M Hanif Dhakiri (MHD) mendorong dunia internasional untuk saling membantu dan bekerja sama meningkatkan perlindungan serta keahlian buruh migran.
Hal ini akan disampaikannya dalam pertemuan tingkat menteri forum Colombo Process, di Colombo Srilanka, 25-26 Agustus 2016.
“Indonesia akan mendorong sistem perlindungan terhadap buruh migran serta peningkatan skill buruh migran. Kerjasama tersebut tidak hanya kepada sesama Negara pengirim, tapi juga kepada negera penerima buruh migran,” kata Menteri MHD, di kantornya, Rabu (24/08/2016), sebelum bertolak ke Srilanka.
Data Kementerian ketenagakerjaan menunjukan jumlah buruh migran Indonesia hingga akhir 2015 mencapai 6,1 juta orang.
Melihat besarnya jumlah buruh migran asal Indonesia membuat Pemerintah menilai penting upaya perbaikan sistem perlindungan dan peningkatan keahlian buruh migran.
Menteri MHD juga menambahkan, soal melindung buruh migran, Indonesia melakukan tindakan yang benar, seperti memperbaiki sistem seleksi, penempatan, perlindungan, hingga ketika buruh migran kembali ke tanah air.
Selain itu, saat ini, melihat banyaknya kasus yang dialami oleh buruh migran, pemerintah telah menghentikan dan melarang pengiriman buruh sektor domestik (asisten rumah tangga) ke Negara-negara Timur Tengah.
Untuk mewujudkan buruh migran Indonesia tak lagi disebut Tenaga Kerja Indonesia, namun Tenaga Profesional Indonesia, pemerintah juga mengupayakan peningkatan keahlian dan profesionalisme buruh.
MHD juga menyampaikan bahwa pemerintah ingin mengajak Negara-negara penerima buruh migran Indonesia untuk bekerja sama melatih calon buruh migran asal Indonesia, karena hal ini dinilainya dapat menguntungkan kedua belah pihak.
“Investasi tak hanya berupa industri secara fisik, tapi juga peningkatan kapasitas buruh,” ujar MHD.
Keinginan pemerintah tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satu Lily Pujiati, aktifis LSM Peduli Buruh Migran Indonesia.
“Peningkatan keahlian akan menjadi modal penting bagi buruh migran untuk memperoleh kenaikan posisi jabatan pekerjaan dan gaji di tempat kerja” ungkap Lily.
Aktifis yang aktif mendampingi buruh migran korban Bin Ladin ini menambahkan, sudah saatnya, negara-negara pengirim buruh migran di dunia menjadikan keahlian dan keterampilan sebagai prasyarat bagi mereka yang ingin bekerja di luar negeri.
Sedangkan untuk Indonesia, tambah Lily, perlu disusun peta jalan transformasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi Tenaga Profesional Indonesia (TPI).
"Pelibatan swasta dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang dilakukan Menaker MHD untuk merumuskan dan melaksanakan peta jalan transformasi TKI menjadi pekerja profesional, adalah angin segar bagi angkatan kerja nasional. Sinergi pemerintah dan organisasi masyarakat sipil seperti ini penting untuk mengurai problematika buruh migran yang selama ini dianggap sebagai isu pinggiran oleh sebagian kalangan", jelas Lily.