News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Catatan Kelam Mengejar Bandit Narkotika

Keluarga Irjen Pol Arman Depari Diintimidasi Bandar Narkoba

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) bersama Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari (kedua kiri), Humas PPATK Firman Shantyabudi (tengah), Direktur TPPU Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Rohmad Sunanto (kedua kanan), dan Kepala Humas BNN Pusat Kombes Pol Slamet Pribadi (kanan) usai memberikan keterangan mengenai penelusuran uang hasil bisnis narkotika di Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), Jakarta, Jumat (19/8/2016). Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga kini masih melakukan penyelidikan atas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diserahkan kepada BNN pada 21 Maret 2016 berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) keuangan mencurigakan senilai 3,6 Triliun yang diduga kuat merupakan hasil transaksi narkotika dalam kurun waktu 2004 s/d 2015 milik jaringan bandar narkoba. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selaku pucuk pimpinan bidang pemberantasan narkoba di BNN,  Irjen Pol Arman Depari telah menerapkan sejumlah protap kepada para anak buahnya setiap kali melakukan operasi penelusuran maupun penggerebekkan bandar narkoba.

Selain membekali diri dengan senjata api, setiap anggota harus mengenakan rompi anti-peluru (bullet proof vest) hingga rompi balistik (ballistic vest) saat melakukan penangkapan jaringan narkoba.

"Kalau sasarannya kelompok besar, pasti kami bawa bullet proof vest dan senjata api. Tapi kalaupun bukan kelompok besar dan nggak ada potensi ancaman, tidak sampai seperti itu, tapi tetap dengan kewaspadaan tinggi," urainya.

Menurutnya, perencanaan atau pemetaan sasaran sebelum eksekusi operasi juga sangat penting untuk mendukung keberhasilan sebuah operasi dan keselamatan petugas di lapangan.

Paling tidak, BNN mengerahkan minimal satu regu terdiri dari sepuluh personel dalam sebuah operasi penggerebekkan atau penangkapan anggota jaringan internasional.

"Sebab, kita tidak tahu jumlah orang dan siapa saja orang-orang yang akan kami hadapi saat operasi itu. Oleh karena itu, paling tidak kami kerahkan satu regu dalam setiap kegiatan di lapangan," jelasnya.

"Kegiatan yang paling besar sering sekali. Bisa sampai 100 personel. Seperti saat kami melakukan operasi penangkapan penyelundupan narjoba di laut dekat Pelabuhan Ratu. Kami saat itu melibatkan anggota Brimob dan Polair untuk back-up," tambah dia.

Menurut Arman, ancaman terhadap keselamatan petugas dalam mengungkapkan kasus narkoba tidak hanya terjadi saat pelaksanaan operasi penangkapan.

Tapi, juga terjadi pada sebelum dan setelah operasi tersebut. Anggota jaringan narkoba tak jarang mengancam keselamatan keluarga petugas.

"Kalau ke saya, ada yang ancaman langsung, ancaman yang paling halus sampai ancaman fisik yang paling keras. Anggota saya juga pernah dihadang di jalan. Ancaman kepada keluarga saya juga ada, mereka diintimidasi," ungkapnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini