TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, kepada terdakwa Damayanti Wisnu Putranti
"Menuntut supaya Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa Iskandar Marwanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).
Jaksa menilai mantan politikus PDI Perjuangan ini terbukti bersalah terkait kasus dugaan suap proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Mantan anggota Komisi V DPR RI ini terbukti menerima uang suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Uang suap itu dengan maksud memuluskan proyek pembangunan jalan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara.
Atas dasar itu, Jaksa menilai Damayanto terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ada sejumlah hal memberatkan dan meringankan yang dipertimbangkan Jaksa.
Hal memberatkan Damayanti tak mendukung program pemerintah yang mencanangkan pemberantasan korupsi.
Hal meringankan, Damayanti menyesali perbuatannya, menjadi Justice Collaborator, berlaku sopan dalam persidangan, dan telah mengembalikan uang.
Sebagai informasi, Jaksa sebelumnya mendakwa Damayanti menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar. Uang pelicin itu diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Uang sebanyak itu diberikan kepada mantan politikus PDIP tersebut secara terpisah dengan rincian SGD 328 ribu, Rp 1 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat, dan SGD 404 ribu.
Tujuan uang itu diberikan agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Atas perbuatannya, Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.