TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi berharap berkas penyidikan gratifikasi dan pidana pencucian yang disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadapnya dijadikan satu.
Kuasa hukum Rohadi, Hendra, berharap penyidik KPK menjadikan penyidikan dua kasus tersebut menjadi satu karena berdasarkan pada Pasal 65 KUHP.
"Harusnya dijadikan satu. Di KUHP disebutkan mengenai perbuatan berbarengan di pasal 65. Dimana apabila ada beberapa peristiwa pidana yang dilakukan oleh tersangka maka itu dijadikan satu," kata Hendra Hendriansyah saat dihubungi Tribunnews.com di Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Hendra mengaku jika berkas penyidikan gratifikasi dan pencucian yang disangkakan kepada Rohadi dipecah, maka akan sangat merugikan kliennya.
Hendra mencontohkan apabila ancaman hukuman pada sprindik pertama sembilan tahun dan sprindik kedua juga besar, maka kliennya bisa menghabiskan waktu belasan hingga puluhan tahun di balik jeruji.
Sementara jika berkasnya dijadikan satu, kata Hendra, hukumannya diambil dari ancaman pidana pokok paling berat ditambah sepertiga.
"Dari ancaman pidana pokok yang paling berat ditambah sepertiga. Nah kalau dipecah pecah tentunya itu merugikan kepentingan tersangka atau terdakwa," tukas Hendra.
Hendra sendiri mengatakan kliennya siap menghadapi di pengadilan.
Hendra berharap penetapan Rohadi sebagai tersangka kasus gratifikasi dan pencucian uang bukan karena sikap Rohadi yang mengajukan gugatan praperadilan dua kali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Rohadi sebagai tersangka menerima hadiah atau janji terkait perkara Saipul Jamil di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi dari pengembangan kasus tersebut
Belakangan, KPK menetapkan Rohadi sebagai tersangka pencucian uang.
Pencucian uang tersebut diduga terjadi terkait jabatan Rohadi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Negeri Bekasi sebagai panitera dan pengurusan perkara di Mahkamah Agung.