Laporan wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akibat Bom Kuningan (Kedubes Australia) 12 tahun lalu, Sudirman atau yang karib disapa Dirman mengalami cacat tubuh.
Selain satu matanya tidak berfungsi lagi, jaringan saraf tangannya juga terganggu.
Namun Meskipun demikian, Dirman yang bekerja sebagai Satpam di kedubes Australia tersebut mengaku sudah sedikit ikhlas.
Ia tidak menaruh dendam terhadap kelompok pelaku meskipun organ tubuhnya tidak lagi normal.
"Saya tidak lagi dendam, karena kekerasan bukan dilawan dengan kekerasan," ujarnya saat silaturahmi keluarga korban, sekaligus peringatan 12 tahun Bom Kedubes Australia, di Slipi, Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Kejadian yang menimpa Dirman tersebut, malah membuatnya kini aktif menyebarkan pesan perdamaian melalui lembaga Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dan Yayasan Penyintas Indonesia yang menjadi wadah para korban bom di Indonesia.
Ia kini aktif mengunjungi sekolah di sejumlah daerah untuk memberikan edukasi dan penyuluhan menjauhi kekerasan.
"Karena kami kini sebagai korban bukan ingin dikasihani tapi ingin memberikan sesuatu untuk negara ini atas apa yang pernah kita alami," katanya.
Tujuan menurut Dirman hanya satu. Ia tidak ingin kejadia 12 tahun lalu tersebut terulang kembali. Lebih dari lima daerah ia sambangi, mulai dari jakarta, Padang, Maluku, Tangerang, Klaten, dan sejumlah daerah lainnya.
Dirman mengaku sempat terkejut, lantaran di sejumlah daerah siswa belum paham betul mengenai arti perdamaian. banyak siswa yang justru setuju dengan tindakan pengeboman lantaran dalih agama.
"Kita berdiskusi dan bertukar pikiran dan ternyata ada banyak siswa dan masyarakat yang mendukungnya. Saya tahu kenapa terorisme sulit dibrantas, lantaran tidak menyentuh pada akarnya. Yang ditangkap pelakunya saja, tapi bibit bibit pemikiran tidak diubah," paparnya.
Selain mengampanyekan perdamaian, Dirman juga mengaku kegiatan sosial yang ia lakoni adalah menyambangi sejumlah Lapas. Saat menyambangi Lapas Cipinang, ia sempat bertemu pelaku teroris yang berkaitan dengan bom Kuningan.
Dalam pertemuan tersebut ia menceritakan penderitaan yang dialami korban beserta keluarganya akibat aksi teror tersebut.Mulai dari yang meinggal, yang cacat permanen, hingga kondisi keluarga yang ditinggalkan.
"Namanya Abdul Muis, kita berdiskusi dan berdebat. Saya ceritakan akibat bom tersebut dari perspektif korban" paparnya.
Setelah mendengar cerita kondisinya sekarang, teroris tersebut kemudian meminta maaf. Menurut Dirman para pelaku teror nekat melakukan aksinya karena tidak pernah memikirkan akibat yang akan terjadi.
"Mereka (pelaku teror) terharu dan menyesali. Jadi mereka selama ini tidak pernah mendengar dari perspektif korban. Sehingga mereka menganggap aksi teror yang dilakukannya benar," paparnya.
Sementara Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Hasibillah Satrawi mengatakan korban perlu dilibatkan dalam menyebarkan pesan perdamaian. Karena hanya korbanlah yang pernah merasakan betapa rugi dan sakitnya bila terjadi kekerasan.
"Ada pepeatah yang mengatakan hanya orang yang minum kopi yang bisa merasakan pahitnya kopi itu," katanya.
Oleh kareanaya menurut Hasbillah, ia bangga dan terharu ada korban/penyintas yang aktif menyebarkan pesan perdamaian, setelah pernah melewati masa-masa kelam tersebut. Lantaran menurutnya untuk dapat melakukan hal itu dibutuhkan keikhlasan, ketangguhan, dan kepedulian.
"Saya sedih tapi bangga melihat segenap korban dengan ketangguhan dapat membantu untuk indonesia agar orang lain tidak ada yang menjadi korban lagi dengan menyebarkan pesan perdamaian. Saya sebagai orang yang bukan korban sangat berterima kasih" katanya.
Sementara itu ketua Yayasan Penyintas Indonesia Sucipto Hari Wibowo mengatakan pihaknya selama ini mencoba berbuat yang terbaik untuk membantu memulihkan para penyintas (korban selamat) sejumlah tragedi bom di Indonesia. Yakni dengan memberikan konseling untuk memulihkan psikologi korban dan keluarga.
Apa yang dilakukan mendapatkan hasil positif, lantaran selain pulih, kini sebagian dari korban ada yang menyebarkan pesan perdamaian.
Namun meskipun demikian, menurutnya masih ada sejumlah korban yang butuh pengobatan hingga saat ini meskipun pengeboman terjadi sudah lama. Dampak yang panjang dirasakan korban sehingga butuh pengobatan dan pemulihan yang lama. Oleha karena itu pihaknya memfasilitasi para penyintas untuk mendapatkan bantuan layanan kesehatan.
"Korban bom kurang lebih terdapat 600, alhamdulilah ada beberapa yang sudah mendapatkan kartu sehat dari LPSK (lembaga perlindungan saksi dan korban)," pungkasnya.
Pada Kamis 9 September 2004 sekitar pukul 10.30 WIB, bom meledak di pintu gerbang kedubes Australia. Belakangan bom yang disimpan di dalam mobil box tersebut dibawa oleh Heri Golun atau Heri Kurniawan yang ikut tewas dalam kejadian tersebut. Kejadian itu mengakibatkan setidak 14 orang meninggal dunia dan lebih dari 200 luka, termasuk Dirman yang kehilangan mata kirinya serta saraf tangannya terganggu.