TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Penambahan biaya sosial sebagai hukuman bagi koruptor hingga kini masih dalam tahap kajian Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad Syarif mengatakan kajian tersebut sudah mulai sejak tahun 2013. Menurut Syarif, penambahan biaya sosial tersebut didasarkan pada kerugian negara sebenarnya bukan hanya uang negara yang dicuri.
"Kerugian negara itu bukan cuman uang negara yang dicuri. Akan tetapi misalnya kerusakan lingkungan, kesempatan belajar jadi terganggu. Ya itu sedang dipelajari," kata Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Syarif mengatakan butuh waktu yang lama agar penambahan biaya sosial tersebut bisa diterapkan dalam putusan pengadilan.
"Ini masih dalam wacana dan tentunya masih butuh waktu untuk diterapkan dalam kasusnya. Tetapi kami akan lihat kemungkinannya untuk memasukan sosial coast of corruption," kata dia.
Sebelumnya, KPK mendorong agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial. Selain menumbuhkan efek jera dan gentar, gagasan penerapan hukuman biaya sosial korupsi ini juga diharapkan dapat memulihkan kerugian keuangan negara ataupun perekonomian akibat korupsi.
Gagasan itu menjadi antitesis dari hukuman rata-rata koruptor yang makin ringan, yaitu dari 2 tahun 11 bulan pada tahun 2013 menjadi 2 tahun 1 bulan pada tahun 2016.