TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) mengusulkan Presiden Joko Widodo mencabut surat Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberian tanda jasa Bintang Mahaputera Adipradana kepada Irman Gusman.
"Saya rasa pemerintah harus mempertimbangkan untuk mencabut tanda jasa itu," ujar anggota Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Senin (19/9/2016).
Donal menganggap, negara dengan serangkaian mekanismenya sangat mungkin untuk mencabut tanda jasa semacam itu dengan segala pertimbangan.
Pertimbangan pertama, publik melihat Irman dengan tanda jasa dari negara sebagai sesuatu yang ironi.
Di satu sisi, negara telah menganggap Irman berjasa, namun ternyata melakukan tindak pidana, apalagi korupsi.
"Kedua, akan menjadi preseden buruk ketika tanda jasa serupa nantinya diberikan kepada warga negara lain," ujar Donal.
Pertimbangan ketiga, persepsi tanda jasa itu sendiri sangat mungkin menjadi negatif di hadapan publik.
Seharusnya, tanda jasa semacam itu merupakan sesuatu yang sakral. Oleh sebab itu, mesti dijaga betul siapa yang menerima tanda jasa itu.
"Intinya pemerintah harus melihat ini secara lebih luas. Meski, ini (tindak pidana) sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan tanda jasa itu sendiri, tapi ini soal image tanda jasa itu sendiri," ujar Donal.
Diberitakan, Irman adalah penerima tanda jasa Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2010.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono yang memberikan tanda jasa itu langsung kepada Irman, yakni pada 13 Agustus 2010.
Bintang Mahaputera Adipradana merupakan penghargaan yang diberikan atas jasa-jasa di berbagai bidang yang bermanfaat untuk kemakmuran, kemajuan, dan kesejahteraan negara.
Irman kini berstatus tersangka kasus suap setelah ditangkap KPK pada Sabtu (17/9/2016) bersama dua orang lainnya. KPK menyita Rp 100 juta dari kediaman Irman.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, uang sebesar Rp 100 juta yang diberikan oleh Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto kepada Irman, terkait pemberian rekomendasi kepada Bulog.(Fabian Januarius Kuwado)