TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik, Tjipta Lesmana, menilai bahwa penangkapan mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Irman Gusman sebaiknya tidak dipandang sebagai kasus personal semata.
Tjipta berharap kasus itu bisa dimanfaatkan DPD sebagai lembaga. Dengan demikian, DPD harus memanfaatkan momentum itu untuk menguak "permainan" dalam pemenuhan pangan nasional yang selama ini seakan tak tersentuh.
"Gula, beras, saya termasuk orang yang sudah lama sekali, saya hantam terus apa yang disebut mafia pangan. Saya tahu semua, ini permainan yang nilainya besar sekali," kata Tjipta dalam rapat dengar pendapat bersama Tim 10 DPD RI, di Gedung DPR, Jakarta, (30/9/2016).
"Beras kita stok banyak, tiba-tiba ada petinggi yang mengatakan, 'Kita akan impor beras'. Padahal saat itu sedang melimpah," ujarnya.
Jika DPD bisa membongkar persoalan tersebut, lanjut dia, maka akan menarik simpati masyarakat.
Dengan cara itu DPD membuktikan keseriusannya sebagai sebuah lembaga yang mewakili masyarakat daerah. Sehingga, citra DPD akan kembali baik.
"Membuka kepada rakyat Indonesia, ini lho di balik kasus Irman Gusman. Ini ternyata ada fenomena raksasa yang selama ini sepertinya ditutup. Saya haqul yaqiin rakyat Indonesia, LSM, pengamat politik, akademisi akan memberikan dukungan penuh," kata dia.
Di sisi lain, langkah ini juga menjadi momentum untuk meyakinkan banyak pihak bahwa kewenangan DPD perlu ditingkatkan.
"Mudah mudahan kalau tim ini bisa kelola dengan baik, saya yakin bisa menghimpun dukungan dari masyarakat luas untuk memberikan tambahan kewenangan kepada DPD dalam amandemen UUD 1945 yang sudah lama diperjuangkan," kata dia.
Sementara itu, Koordinator Tim 10 DPD, Muhammad Asri Anas mengatakan, pihaknya sudah memiliki data terkait banyaknya permainan terkait pemenuhan kebutuhan pangan.
"Beberapa titik, konteks pangan bidang gula ternyata sengkarutnya banyak sekali. Jadi kami sudah punya data berapa sebenarnya kebutuhan gula, berapa data yang di-up," kata dia.
Ditangkapnya Irman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai menimbulkan citra negatif bagi DPD di mata publik. Ini terjadi di tengah isu penguatan lembaga tersebut tengah bergulir.
DPD hingga kini hanya berwenang memberi pertimbangan dalam proses legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Wewenang itu tak seperti DPR yang berwenang memutuskan.
Namun, DPD berharap publik tak menghakimi lembaga karena yang dilakukan Irman tak ada kaitannya dengan kewenangan DPD.
Bahkan, beberapa pihak justru setuju jika DPD dibubarkan atau digabung bersama DPR.
Penulis: Fachri Fachrudin