Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jawaban diplomat Indonesia, Nara Masista Rakhmatia dalam sidang umum PBB ke-71 beberapa waktu lalu dianggap menutupi pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.
Enam negara pasifik, yaitu Vanuatu, Nauru, Kepualauan Marshall, Tuvalu, Tonga, Kepulauan Salomon sebelumnya menuduh ada pelanggaran HAM di Papua Barat.
Menanggapi hal tersebut, Nara Masista menganggap tudingan tersebut sebagai suatu rekayasa untuk mendukung gerakan bersenjata di Papua Barat.
Hendri Loka, eksekutif sekretaris bidang keadilan dan perdamaian PGI mengatakan jawaban diplomat muda Indonesia tersebut terkesan menutupi adanya pelanggaran HAM di Papua Barat.
"Seharusnya jelaskan saja tindakan apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan HAM di Papua," unggkapnya saat diskusi di Grha Oikoumene, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2016).
Sementara pendiri Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan bahwa jawaban diplomat muda Indonesia tersebut terkesan retorika belaka.
"Jawabannya terkesan defensif dan retorika," katanya.
Menurut dia, faktanya sangat sedikit pelanggaran HAM yang diselesaikan pemerintah Indonesia sejak Papua bergabung dengan Indonesia tahun 1962 silam.
Sementara Romo Benny Susetyo yang hadir dalam diskusi tersebut memberi solusi untuk mengirim utusan ke enam negara tersebut untuk menjelaskan lebih detail tentang permasalahan di Papua Barat.
"Usulan enam negara tersebut bisa jadi karena kurang dekat dengan Indonesia," katanya.