Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Semua anggota dan pimpinan DPD menerima keputusan pencopotan Irman Gusman dari jabatan ketua DPD RI.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AM Fatwa.
Irman dicopot karena dianggap melanggar etika dalam kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor.
Akibatnya, senator asal Sumatera Barat tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Kami sudah jelaskan, setelah jelas, semuanya menerima," kata Fatwa kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Menurutnya, tidak ada satu pun anggota dan pimpinan DPD yang menolak pencopotan Irman Gusman dari jabatannya.
"Tidak ada yang menolak lagi. Ini suara bulat. Tidak ada yang tidak bisa menerima. Kalau tidak menerima, berarti tidak bisa menerima tata tertib DPD RI," katanya.
Sebelumnya, Irman Gusman tidak terima dilengserkan dari jabatannya sebagai ketua DPD RI.
Irman menyesalkan hasil sidang paripurna DPD yang memberhentikan dirinya.
Padahal dia sedang mengajukan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Ya ini kan ada praperdilan. Kan ini baru berpraduga tak bersalah. Kita hormati dong proses hukum yah," kata Irman usai diperiksa di KPK, Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Irman mengaku masih mengikuti proses-proses hukum terhadap dirinya.
Kata Irman, sikap DPD tersebut bisa berakibat fatal karena diputuskan saat gugatan praperadilan miliknya sedang berlangsung.
"Iya kalau benar kan itu menimbulkan komplikasi hukum," kata senator asal Sumatera Barat itu.
Sebelumnya, Sidang Paripurna DPD RI menerima keputusan hasil rapat pleno Badan Kehormatan untuk memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD.
"Secara resmi keputusan Badan Kehormatan sudah disampaikan. Status Irman Gusmankini sudah non aktif," kata Wakil Ketua DPD, Farouk Muhammad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Sekadar informasi, Irman Gusman tertangkap tangan menerima Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto.
Uang tersebut diantar Xaveriandy dan istrinya Memi ke rumah dinas Irman di Jalan Denpasar, Kuningan, Sabtu (17/9/2016) dini hari.
Usai pemeriksaan secara intensif, KPK menetapkan Irman, Xaveriandy, dan Memi sebagai tersangka.
Suap tersebut untuk mendapatkan rekomendasi dari Irman kepada Badan Urusan Logistik dalam mendapatkan kuota distribusi gula impor di Provinsi Sumatera Barat.