TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PPP kubu Romahurmuziy angkat bicara terkait adanya kubu Djan Faridz melayangkan surat ke Kemenkumham.
Surat itu meminta Kemenkumham menganulir surat keputusan (SK) PPP yang diketuai Romahurmuziy.
"Djan Faridz mau ganggu Agus-Sylvi. Secara hukum tidak ada pintu masuk untuk mensahkan kepengurusan Djan Faridz," kata Sekjen PPP Arsul Sani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2016).
Arsul Sani menuturkan gugatan Djan Faridz yang menuduh bahwa Presiden, Menkopolhukam dan Menkumham telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dan menuntut ganti rugi Rp1 triliun serta disahkan kepengurusannya telah ditolak oleh PN Jakpus Selasa minggu lalu.
Kemudian, kata Arsul Sani, Djan Faridz telah merubah sendiri akta notaris yang berisi kepengurusan PPP kubunya yang disebut dalam Putusan MA dengan susunan kepengurusan baru.
"Artinya, secara sadar Djan Faridz sendiri telah menganulir Putusan MA yang selama ini menjadi klaim keabsaham kepengurusannya," kata Anggota Komisi III DPR itu.
Selain itu, Arsul Sani mengingatkan Djan Faridz bukan pihak yang berperkara dalam Putusan MA. Sehingga secara hukum tidak bisa mengambil manfaat dari Putusan MA tersebut yang notabene merupakan Putusan perkara perdata.
"Prinsip hukum acara perdata kita adalah hanya pihak-pihak yang dimenangkan dan menjadi pihak dalam perkara tersebut yang bisa mengajukan eksekusi," kata Arsul Sani.
Apalagi, kata Arsul Sani, telah ada proses islah sebelum Muktamar PPP di Pondok Gede April lalu yang diikuti oleh Suryadharma Ali dan Romahurmuziy sebagai pihak-pihak yang semula bersengketa.
Termasuk didalamnya semua pihak dalam perkara yang diputus MA tersebut, kecuali Dimyati Natakusumah, sepakat bermuktamar.
"Saat ini Djan Faridz sedang menggugat SK kubu Romi di PTUN Jakarta dan Menkumham telah menjawab bahwa PTUN harus tolak gugatan Djan tersebut," kata Arsul.
"Artinya, Menkumham bersikap mempertahankan SK yang telah dikeluarkannya atas kepengurusan hasil Muktamar Pondok Gede tersebut," kata Arsul.