TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia dinilai memiliki persoalan besar terkait pertanahan yang belum juga diperhatikan secara baik meskipun sudah puluhan tahun merdeka.
Tingkat kesenjangan antarmasyarakat yang tinggi, jika tidak diatasi bisa menimbulkan revolusi.
"Restorasi agraria terutama soal tanah beserta air dan kekayaan yang ada didalamnya dikuasai negara dengan sebesar-besarnya demi rakyat. Nah fungsi rakyat dimana? Harus jadi subyek yang dimakmurkan," kata Staf Khusus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Sugeng Suparwoto, saat diskusi publik "Restorasi Agraria", di Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Menurutnya, hal ini seharusnya bukan hanya pekerjaan pemerintah. Namun harus menjadi kepentingan seluruh pihak.
"Jadi yang harus menjadi concern kita soal pertanahan dan yang harus segera direstorasi adalah mengenai kesenjangan kepemilikan tanah, kemudian soal Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Kehutanan, serta negara wajib membuat sertifikat untuk rakyat," kata Sugeng.
Lebih lanjut dirinya menegaskan, permasalahan pertanahan di Indonesia disebabkan karena minimnya lahan yang dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
Pasalnya, kata dia, dalam Undang-Undang Kehutanan menyebutkan bahwa wilayah Indonesia yang masuk dalam kawasan hutan sebanyak 70 persen.
"Hanya 30 persen wilayah Indonesia yang dikelola untuk rakyat. Selebihnya, 70 persen masuk kategori hutan yang tidak bisa diganggu-gugat fungsinya. Itu dikunci dalam UU Kehutanan," katanya.
Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dan singkronisasi antara UU Kehutanan dan UU Pokok Agraria. Sementara disadari bahwa keberadaan tanah tidak akan bertambah, sementara jumlah penduduk akan terus bertambah.