TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) DPR masih menggodok draf RUU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
Seiring berkembangnya fenomena baru, self radicalization atau lone wolf terorist dan pengawasan dari intelijen menjadi sesuatu yang penting untuk diperkuat.
Fenomena lone wolf terorist atau aksi teror secara individual ini mulai menghebohkan saat sebuah truk besar menghantam kerumunan orang di Nice, Prancis.
Baca: TB Hasanuddin: Masih Ada Polemik TNI-Polri dalam Draft RUU Antiterorisme
Baca: Pansus Revisi UU Antiterorisme DPR RI Gelar Rapat Tertutup di Balai Kota Solo
Di Indonesia sendiri fenomena ini terjadi saat teror bom di sebuah gereja di Medan dan terakhir aksi nekat seorang pemuda bergolok yang menyerang polisi di Tangerang Kota.
"Fenomena teroris itu memasuki masa sulit untuk ditangani oleh intelijen dan negara manapun. Sekarang makin sulit ditangani karena ada fenomena lone wolf terorist (self radicalization) teroris dan home ground terorist. Lone wolf tanpa afiliasi dan organisasi yang ada bisa radikalisasi diri sendiri," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Hanafi menuturkan, aksi teror secara individual biasanya muncul karena perasaan 'sakit hati' seseorang terhadap satu bangsa dan negara.
Maka, dengan berkembangnya aksi teror seperti ini peran intelijen harus diperkuat.
"Home ground terorist bisa sendiri dan berkelompok dan juga tidak pernah secara fisik ke basis ISIS tapi bisa radikalisasi dan lebih dekat dengan fenomena lokal. Jadi dia bisa mengidentifikasi sebagai korban pembangunan dan keadilan negara lalu jalur radikal ditempuh untuk lakukan perlawanan. Ini terus terang semakin menantang bagi intelijen untuk menangani," ujarnya.
Masih kata Hanafi, intelijen harus punya kapasitas dan kecakapan lebih unik dan khusus untuk identifikasi dan baca pola teroris yang kekinian.
"Sebab selama ini fokusnya ISIS di Iraq dan Suriah. Tapi sekarang sudah di halaman belakang kita sehingga kecakapan dan keterampilan intelijen harus jeli agar deteksi dini dan early warning sistem jalan," tutur Hanafi Rais.
Hanafi pun menyarankan agar Badan Intelijen Negara (BIN) menambah personil untuk menyikapi fenomena teror yang baru ini. Teknologi intelijen juga harus diperkuat.
"Mereka memang ada kendala terutama personel BIN yang kurang dan teknologi masih jauh dari negara-negara lain yang hadapi tantangan terorisme," tandas Hanafi Rais.