TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan menegaskan, aparat penegak hukum harus menindak tegas atas permasalahan yang terjadi di Bea dan Cukai khususnya Tanjung Priok.
Hal ini menanggapi pernyataan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang maraknya pungutan liar (pungli) di lingkungan pelayanan Bea dan Cukai Priok.
"Kalau ada penyalahgunaan seperti ini. Harus diselesaikan secara hukum. Ini akan menjadi pembelajaran untuk ke depannya,” kata Heri kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, dalam kajian lembaganya menyimpulkan masih banyaknya pungli di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Selain itu, ada juga temuan perihal adanya oknum-oknum yang melindungi importir tertentu.
Persoalan reekspor juga mengemuka dari polisi yang memastikan akan memeriksa aparat Kantor Pelayanan Utama tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Hal ini terkait dengan perizinan reekspor yang sebelumnya dikeluarkan oleh Bea dan Cukai Pusat. Kapolres Jakarta Utara Kombes Daniel Bolly Tifaona menekankan, pihaknya akan menelusuri alasan tidak dikeluarkannya perijinan reekspor yang diadukan.
Kasus berihwal dari laporan PT Mitra Perkasa Mandiri atas lambatnya ijin reekspor yang dikeluarkan Bea dan Cukai Tanjung Priok meski rekomendasi telah dikeluarkan Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea dan Cukai.
Diduga, ada kejanggalan tertentu di balik belum dikeluarkannya izin reekspor yang dimintakan. Kejanggalan ini, diduga berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang pejabat Bea dan Cukai setempat.
"Benar ada laporan terhadap Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Type A Tanjung Priok. Pasti akan kita tindaklanjuti laporannya. Semua laporan yang masuk akan kita tindaklanjuti," kata Daniel.
"Pasti akan kita periksa terlapor," lanjutnya.
Anggota Ombusman, Adrianus Meliala pun menegaskan untuk masalah penundaan izin reekspor ini sepatutnya tak cukup dilihat dari segi hukum. Namun juga harus dilihat dari dugaan mal administrasi. Sebab katanya, dugaan mal administrasi dapat saja muncul jika dikaitkan dengan penggunaan kewenangan yang salah.
Dia mendukung pemeriksaan yang dilakukan Polri.
"Memang kalau dibawa ke polisi pasti pihak kepolisian akan melihatnya dari aspek pelanggaran hukumnya saja. Padahal di luar itu bisa saja ada dugaan mal administrasi. Sebab secara umum, jika sesuatu yang tidak melanggar hukum nantinya, tidak berarti tidak melanggar mal administrasi. Mungkin saja ada mal administrasinya kalau mereka menjalankan ketentuan terlalu kaku, terlalu curiga. Lalu umumnya, kalau memang penundaan," kata Adrianus.
PT Mitra Perkara Mandiri melaporkan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Type A Tanjung Priok Fajar Doni atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan menghambat reekspor barang. Kasus bermula ketika 6 Mei 2016 PT Mitra Perkasa Mandiri melakukan pemesanan barang berupa Plastic Resin (PP Homopolymer) HP401H, 4800 KG/Bags dengan kuantitas 120.00 MT kepada Bizaffinity PTE LTD Singapore.
Atas dasar pemesanan barang tersebut, Bizaffinity PTE LTD Singapore melakukan pengiriman barang pada 30 Mei 2016 melalui Pelayaran Pacific International Lines (PTE) LTD ke Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Namun setelah pengiriman dilakukan, Bizaffinity PTE LTD Singapore mengirimkan surat kepada PT Mitra Perkasa Mandiri melalui surat tanggal 2 Juni 2016 yang menginformasikan telah terjadi kesalahan pengiriman kontainer yang semestinya ditujukan ke Filipina.
Selanjutnya, pada tanggal 3 Juni hinga 25 Juli 2016, dilakukan pemeriksaan terhadap barang dimuat dalam kontainer tersebut oleh Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Hasilnya, adalah kebijakan harus dilakukan reekspor dengan diawasi oleh KPU Tipe A Tanjung Priok. Hal itu tertuang dalam surat bernomor S-329/BC.10/2016 tanggal 25 Juli 2016.
Namun hingga laporan laporan kepolisian dibuat, Kepala Kantor Pelayanan Utama tipe A Bea dan Cukai tidak pernah memberikan persetujuan untuk pengeluaran barang guna reekspor.