TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menduga jika dokumen Tim pencari Fakta (TPF) kasus kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib sengaja dihilangkan.
Lantaran menurutnya pembunuhan Munir merupakan pembunuhan politik yang terencana.
"Belum ditemukannya dokumen TPF menandakan dan mempertegas jika pembunuhan yang dilakukan merupakan pembunuhan politik dengan terorganisir, rahasia, terencana, dan bersekongkol," ujar Al Araf di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2016).
Menurutnya, terdapat kekuatan dan keahlian khusus yang menutup kasus kematian Munir sehingga tidak terungkap hingga tuntas.
Pembunuhan Munir merupakan pembunuhan politik yang dijalankan melalui pemufakatan jahat.
"Menurut laporan akhir TPF, kasus pembunuhan Munir melibatkan empat level pelaku dimana perencana belum tersentuh hukum, yang baru ditindak hanya pelaku di lapangan," katanya.
Kasus kematian aktivis HAM, Munir menyeret tiga nama ke meja hijau.
Mereka yakni Pilot Senior Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto, Dirut Garuda Indra Setiawan, dan mantan deputi V Bidang Penggalangan dan Propaganda Badan Intelijen Negara (BIN) Mayjen Purnawiraan Muchdi PR.
Namun dari ketiga orang tersebut hanya Pollycarpus dan Indra Setiawan yang divonis bersalah di pengadilan.
Pollycarpus divonis 14 tahun penjara dan Indra Setiawan satu tahun penjara.
Sementara Muchdi PR dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Desember 2008.
Dokumen TPF tersebut kembali mencuat di era pemerintahan Joko Widodo.
Istri Munir menuntut dokumen tersebut diungkap ke publik.
Meski telah ada tersangka kasus pembunuhan suaminya, namun menurut Suciwati dokumen tersebut belum pernah diungkap ke publik.
Namun belakangan dokumen tersebut dinyatakan hilang oleh pihak sekretariat Negara.
Presiden Joko Widodo kemudian menginstruksikan Jaksa Agung menelusuri dokumen tersebut.