"Asimilasinya berjalan lancar, tanpa pelanggaran. Setelah asimilasi ini langsung diberikan bebas bersyarat," kata Boyamin.
Sebelum bebas bersyarat, Antasari sempat mengajukan ulang permohonan grasi kepada Presiden Joko Widodo melalui surat pada Kamis (15/9) lalu.
Surat dengan nomor W12.LA-PK.01.01.02-38/2 itu ditujukan kepada Jokowi dengan cq (casu quo) ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan tembusan ke Menteri Hukum dan HAM, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, serta Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten.
Untuk diketahui, pada Juli 2015, permohonan grasi Antasari ditolak karena dinilai tidak memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi.
Ketentuan tersebut menyatakan bahwa ada pembatasan soal pengajuan grasi, yakni dibatasi hanya satu tahun sejak keputusan itu berkekuatan hukum tetap.
Terkait dengan hal tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemberian grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
Atas dasar itu, Antasari diizinkan untuk mengajukan ulang permohonan grasi.
Boyamin menyampaikan, jika permohonan grasi ini dikabulkan, Antasari bisa mendapatkan hak sipilnya secara utuh. Namun, jika tidak ada grasi, Antasari kemungkinan besar menjadi pengangguran hingga 2022.
"Dengan grasi, maka akan dapat kerja penuh seperti pengurus perusahaan, komisaris, atau dosen. Juga hak politik maju calon DPR 2019 akan terhalang jika Pak Antasari maju pemilu calon legislatif atau posisi apa pun jika ingin mengabdikan diri kepada negara," imbuhnya.