TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara Burhanuddin.
Burhanuddin diperiksa terkait penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara dalam Persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan di wilayah Provinsi Sultra tahun 2008 - 2014.
Dia akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Burhanuddin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang terkait persetujuan izin usaha pertambangan.
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan tiga SK dalam kurun waktu 2009-2014.
Pertama, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, ke-dua Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Sementara yang ke-tiga adalah SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah.
PT Anugerah adalah perusahaan yang mendapat izin melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Nur Alam diketahui pernah menerima uang 4,5 juta dolar dari Hongkong yang berafiliasi dengan PT Billy Indonesia.
Perusahaan tersebut membeli nikel dari PT Anugrah Harisma Barakah.
Pada kasus tersebut, selai mencegah Nur ke luar negeri, KPK telah mencegah tiga orang lainnya.
Mereka adalah Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi, pemilik PT Billy Indonesia Emmy Sukiati Lasimon dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Burhanuddin.