TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat etika dan komunikasi politik Benny Susetyo mengatakan, unjuk rasa yang berlangsung pada 4 November 2016 dapat menjadi pelajaran bagi elite politik.
Aksi unjuk rasa tersebut digelar terkait kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Benny menuturkan, dalam sistem demokrasi, elite politik bebas menyatakan pendapatnya.
Namun, setiap pernyataan yang terlontar harus berlandaskan pada Pancasila.
"Elite politik harus membangun kesadaran bersama bahwa demokrasi itu dirawat lewat akal sehat, tidak provokatif," kata Benny dalam sebuah diskusi di kantor PARA Syndicate, Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Baca: Kasus Penistaan Agama oleh Ahok, Polisi Sudah Periksa 15 Saksi
Baca: Mahasiswa HMI di Bulungan Tuntut Kepastian Penegakan Hukum Kasus Penistaan Agama oleh Ahok
Benny berharap, nantinya para elite politik dapat bijak dalam menyatakan pendapatnya di ruang publik.
Dia menyarankan kepada para elite dan pejabat negara tak lagi mengeluarkan pernyataan terkait agama dan keyakinan.
"Jangan lagi menggunakan ayat-ayat agama. Ruang publik harus steril dari itu," ucap Benny.
Dalam konteks Pilakda 2017, menurut Benny, ruang publik harus lebih banyak diisi oleh perdebatan produktif seperti visi misi antar calon kepala daerah dalam memajukan setiap daerahnya lima tahun ke depan.
"Diisi dengan perbincangan yang lebih mencerdaskan masyarakat. Itu lebih penting," ujar Benny.
Penulis: Lutfy Mairizal Putra