TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDIP, Hamka Haq menyerahkan kepada pihak kepolisian jika ingin mengadakan gelar perkara secara terbuka kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan menayangkannya secara live di televisi.
Menurut dia, pihak kepolisian harus mempertimbangkan banyak hal jika tetap harus membuka gelar perkara.
"Ya nantinya kami serahkan kepada pihak penegak hukum. Jangan sampai melanggar undang-undang juga. Jadi silakan saja, tapi harus ada pertimbangannya," jelas Hamka saat ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Dia meminta agar jika nantinya gelar perkara tetap terbuka, hal itu bukanlah atas dasar intervensi pihak manapun termasuk presiden.
"Jangan sampai juga ini adalah intervensi. Negara ini negara hukum, jadi tidak boleh diintervensi siapapun," kata Hamka.
Sabtu 5 November 2016, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama tersebut secara cepat dan transparan di hadapan media massa.
Saat itu, Tito menyebut bahwa upaya transparansi yang coba dilakukan tersebut dilakukan atas perintah langsung dari Presiden Joko Widodo.
"Tadi Bapak Presiden menyampaikan agar gelar perkaranya dilakukan live (terbuka). Ini perintah eksepsional dari Bapak Presiden untuk membuka transparansi," terang Tito Karnavian usai menemui Presiden Jokowi.
Dalam gelar perkara tersebut, kepolisian juga akan mengundang berbagai pihak termasuk pihak kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi III DPR RI, para pelapor, saksi-saksi ahli yang diajukan pelapor termasuk Majelis Ulama Indonesia, serta saksi-saksi ahli yang dihadirkan penyidik dari kalangan akademis dan lembaga bahasa yang dianggap kredibel dan netral saat gelar perkara dilakukan.