TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyambangi Markas Polda Metro Jaya, Anggota DPD RI Basri Salama menegaskan satu dari lima tersangka provokator Aksi Bela Islam di Istana Negara pada 4 November lalu merupakan anak angkatnya.
Ia menjelaskan, kader Himpunan Mahasiswa Indonesia yang bernama Ismail Ibrahim tersebut, selama ini memang tinggal di kediamannya yang berada di wilayah Jakarta Selatan.
"Itu Ismail anak angkat saya, tinggal dirumah saya, dan yang bersangkutan diciduk pukul 20.30 WIB," ujar Basri saat ditemui di Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2016).
Basri menyayangkan sikap aparat kepolisian yang mencokok anak angkatnya tanpa memberitahu dirinya.
Menurutnya, sebagai seorang pejabat negara, seharusnya aparat kepolisian memberikan kabar.
Ia mengaku akan menyerahkan sang anak angkat bila memang polisi memiliki bukti yang cukup untuk menjerat Ismail.
"Saya kan pejabat negara, semestinya cukuplah beritahu pada saya dan saya akan mengantarkan yang bersangkutan," jelasnya.
Namun apa yang dilakukan oleh polisi tidak sesuai harapannya.
Penangkapan tersebut dilakukan secara tiba-tiba dan terjadi di malam hari saat dirinya tidak ada dirumah.
"Yang saya sayangkan, kenapa penangkapan itu harus di malam hari, apa tidak ada waktu siang?" tegasnya.
Sebelumnya, Selasa (8/11/2016) dini hari, Polda Metro Jaya telah menangkap dan menetapkan lima anggota HMI sebagai tersangka pelaku provokator dalam aksi rusuh di depan istana negara pada 4 November lalu.
Kelimanya berinisal II, AA, RM, RB, dan MRD, mereka ditangkap di lokasi yang berbeda.
Polda Metro Jaya telah menghimpun sejumlah bukti rekaman video dari berbagai media dan pihaknya, terkait aksi 4 November lalu.
Dari sejumlah bukti tersebut, terlihat adanya penggunaan atribut Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam demo yang berakhir ricuh di istana negara tersebut.
Dugaan menguat saat seorang pelaku aksi ricuh tersebut mengaku dari HMI.
Pada Aksi Bela Islam jilid II tersebut, sekelompok massa pendemo yang terlihat memegang bendera HMI mencoba menembus pertahanan pagar beton dan kawat berduri di depan istana negara.
Aksi mereka tampak cukup agresif dan terlihat menimbulkan gejolak pada aksi yang awalnya berlangsung damai tersebut.