News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teror Bom di Samarinda

Anggota DPR Heran, Pelaku Bom Samarinda Bebas Bersyarat dan Boleh ke Kalimantan

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Personel Brimob Polda Jatim melakukan penyisiran di Gereja Katolik Gembala Baik setelah ada ancaman peledakan bom via telepon di Jalan Ridwan, Kota Batu, Senin (14/11/2016). Setelah dilakukan penyisiran di Gereja dan Biara Rubiah Karmel, Polisi memastikan tidak ada benda mencurigakan. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, merupakan kelalaian aparat keamanan memantau pergerakan mantan narapidana kasus terorisme.

Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Tubagus Hasanuddin, mengungkapkan, satu dari tiga pelaku pelempar bom molotov yang tertangkap diketahui bernama Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia yang pernah dipenjara dalam kasus terorisme.

Joh sendiri, kata Tubagus Hasanuddin, pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 akibat terlibat kasus peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.

Ia-pun divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.

"Kalau bebas bersyarat, berarti dia kan wajib lapor. Tentunya, napi yang bebas bersyarat kan wajib dipantau oleh polisi. Apalagi kasusnya terorisme. Kok dia bisa pergi ke Kalimantan. Apalagi sampai bisa ngebom," ujar Tubagus Hasanuddin dalam keterangan pers, Senin (14/11/2016).

Ironisnya, sambung Tubagus Hasanuddin, kasus pelemparan bom molotov itu merenggut nyawa seorang balita.

"Memang pelaku melempar bom molotov. Tapi, faktanya ada korban jiwa. Ini kan sebuah ironis," tutur Tubagus Hasanuddin.

Oleh karena itu, Politikus PDIP itu meminta Polri, BIN dan BNPT untuk meningkatkan pengawasan terhadap jaringan orang-orang yang sudah masuk dalam daftar pengawasan terorisme dan yang pernah berhubungan.

Selain itu, data intelijen dari semua elemen intelijen dikompilasikan secara komprehensif, agar menghasilkan kesimpulan intelejen yang akurat.

"Data akurat itulah dapat digunakan untuk melakukan pemberantasan teroris di lapangan. Tanpa data akurat kita akan kecolongan," pungkas Tubagus Hasanuddin.

Sebelumnya, ledakan diduga berasal dari bom molotov terjadi di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu sekitar pukul 10.00 Wita.

Akibat teror bom ini, satu anak balita meninggal dunia. Sementara tiga balita lainnya mengalami luka bakar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini