TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan llir, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Juhanda atau Jo (37) ternyata memerlukan waktu tiga hari untuk merakit bom di rumahnya.
"Pelaku merakit di rumahnya, di belakang masjid Jl Cipto Mangunkusumo. Itu dilakukan sendiri selama tiga hari," ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar, Senin (14/11/2016) di Mabes Polri.
Selanjutnya Boy Rafli Amar menjelaskan pelaku memiliki kemampuan merakit bom karena pernah belajar di Aceh selama dua tahun yakni 2009-2011 dengan kelompok Dul Matin.
Masih menurut Boy Rafli Amar, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bom diantaranya pupuk, belerang, arang, cuka hingga alkohol 70 persen.
"Bahan-bahan ini umumnya bisa didapatkan di pasaran. Rumah milik Joko, rekan pelaku di Lowajana Indah Blok VV Jo 13 kami geledah. Hasilnya didapatkan laptop, HP, dokumen, dan lainnya," kata Boy Rafli Amar.
Mantan Kabid humas Polda Metro Jaya ini menambahkan saat ini seluruh isi percakapan dari laptop dan HP tengah didalami oleh Densus 88 untuk mengungkap jaringan teror.
Untuk diketahui, atas peristiwa itu, satu korban yakni Intan olivia (3) meninggal dunia, dimana sebelumnya korban sudah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Umum Abdil Wahab Sjahranie, Samarindah.
Sementara itu, tiga korban lainnya yaitu Triniti Hutahaen, Anita Christabel, dan Alfarou Sinaga masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Seluruh korban atas peristiwa itu adalah anak-anak karena saat kejadian mereka sedang bermain di lokasi parkiran gereja.
Pelaku dari peristiwa ini yaitu Juhanda alias Jo (37) sudah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Untuk selanjutnya Juhanda akan dibawa oleh Densus 88.