Festival Film Jawa Barat (FFJB) 2016 yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk ketiga kalinya, membuat Para sineas muda merasa lebih diapresiasi. Bahkan mereka meminta ajang ini terus diselenggarakan.
Penghargaan FFJB terbagi menjadi beberapa kategori yakni film terbaik, sutradara terbaik, penulis skenario terbaik, penata kamera terbaik, video musik terbaik, dan poster film terbaik. Dari tiap kategorinya, ada tiga-lima nominasi.
Nier Castielroy, peraih kategori penata kamera terbaik mengatakan, dirinya setuju bahwa Jawa Barat merupakan embrio perfilman di Indonesia. Hanya banyak yang belum dapat wadah, sehingga kehadiran FFJB sudah pas.
Niel Castielroy saat ditemui usai mendapat penghargaan di Teater Tertutup Taman Budaya, Bandung, Sabtu (12/11/2016) malam
Penggemar sutradara Aria Kusumadewa ini mengatakan, FFJB juga dapat semakin mempublikasikan mereka yang bergiat di dunia film jalur independen. Juga, dapat menyatukan komunitas sehingga sineas indie bisa tampil ke permukaan.
Pemuda 21 tahun ini memperoleh penghargaan dari dari filmnya, Muka’ku. Proses pembuatan film berawal dari tugas kuliah. Setelah mendapat respon positif dari teman-temannya, dia mulai mengerjakan filmnya secara serius.
“Muka’ku ini sebenernya script origin buat bikin video klip. Terus ada tugas kuliah disuruh buat film. Karena dapet feedback baik dari orang-orang, yaudah aku interpretasiin ulang jadi film,” kata Nier saat ditemui usai mendapat penghargaan di Teater Tertutup Taman Budaya, Bandung, hari Sabtu (12/11/2016) malam.
Zain Aura, sineas asal Kabupaten Kuningan, yang mendapat penghargaan penulis skenario terbaik (Sepatu Butut) mengaku tersanjung dengan apresiasi Pemprov Jawa Barat karena dia buat film dengan serba terbatas.
Bersama teman-teman satu tim, Zain mengalami kesulitan dalam proses pembuatan film yakni terkendala peralatan dan kesalahan teknis. Akhirnya memakai peralatan seadanya namun dituntut kreatif.
"Slider aja make kesed. Terus sempet keapus juga data filmnya. Kita harus ngulang lagi dari awal waktu itu. Satu hari diselesain,” jelas Zain yang saat ini berusia 16 tahun.
Awal film sepatu ini menang lomba di Kuningan sebagai juara 2. Temanya itu soal sekolahku inspirasiku. Dia dibimbing sama pembina buat nyari cerita yang anti-mainstream. Akhirnya milih tema sepatu.
Ayahnya yang juga seniman asal Kuningan bernama Asep Deni menjadi inspirasi Zain dalam berkarya di bidang perfilman.
Pesan yang berusaha disampaikan melalui filmnya adalah agar manusia senantiasa rendah hati dan menghargai sesamanya.
“Film ini mengajaran kita untuk tidak sombong. Sepatu Butut menemani si orang ini sampe sukses. Jadi kesuksesan bukan hanya karena diri sendiri, tapi orang di belakangnya yang ngedukung dia. Jangan ngelupain orang-orang yang udah ngedukung kita,” kata Zain.
Hadiah yang didapatnya dari FFJB 2016 adalah untuk membeli peralatan yang mendukung proses pengerjaan film berikutnya. Ke depan, dia bikin film yang temanya mengangkat kebudayaan Indonesia.
Hal senada dikatakan sineas asal Depok, Pratomo Waskito dengan filmnya berjudul “Paket”.
“Sebetulnya cerita film paket udah lama ditulis. Terinspirasi peristiwa tahun 98 yang mahasiswa hilang diculik. Kebetulan saya kasih ke temen-temen beberapa cerita. Mereka suka. Akhirnya kita bikin cerita ini lebih dalem lagi dan dijadiin film lah. Ditambahin tension, gimmick, dan lain-lain,” ujar Pratomo.
Meskipun dari segi usia Pratomo lebih senior, ia kagum dengan kreativitas sineas muda Jawa Barat yang masih belia namun karyanya bagus-bagus. Mereka tanpa diajarin, dengan teknologi seadanya bisa membuat banyak karya bagus.
Karenanya, dia meminta agar Festival Film Jawa Barat menjadi ajang yang harus selalu ada dan berkembang ke depannya.Sebab, mereka kadang bikin film tidak tahu mau diapakan.
"Paling diliatin ke temen, tetangga, atau nyokap. Kalo ada wadahnya gini kan kita tau naruh film di mana dan orang juga bisa mengapreasiasi kita. Kita bikin film kan pengen tau pendapat orang gimana. Daripada cuman disimpen di laptop aja,” pungkasnya. (*)