Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Komisi III Abdul Kadir Karding mengutuk pelemparan bom molotov di parkiran Gereja Oikumene Kelurahan Sengkotek, Loa Janan Ilir, Samarinda (13/11/2016).
Karding menilai peristiwa tersebut sebagai teror yang keji.
Apalagi, pelemparan bom molotov itu mengakibatkan balita Intan Olivia meninggal dunia akibat luka bakar yang parah.
Untuk itu, Karding mendesak pemerintah dan DPR RI lebih serius lagi membahas revisi Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"RUU Pemberantasan Tindak Pidana terorisme harus dibahas secara serius," kata Karding melalui pesan singkat, Selasa (15/11/2016).
Tentunya penyusunan undang-undang tersebut, kata dia, tetap dengan menjunjung tinggi penghormatan terhadap prinsip-prisip HAM.
"Jangan biarkan aksi teror terulang kembali," imbuhnya.
Sekjen PKB itu menilai pelaku bom molotov di Samarinda tidak bergerak sendiri.
Karena, pelaku yang bernama Juhanda bukanlah orang baru.
Sebelumnya pernah terlibat kasus teror bom di Pusat Penelitian Pengetahuan dan Teknologi, tangerang 2011.
"Polri harus bertindak cepat menangani kasus ini. Usut tuntas siapa saja yang terlibat dalam aksi ini, hingga ke dalangnya," kata Karding.
Aksi teror yang dilakukan seorang residivis menunjukkan hukuman tidak memberikan efek jera.
Selain itu, hal tersebut menjadi petanda masih adanya jaringan yang memberikan dukungan dan komando untuk menjalankan aksinya.
"Selalu ada skenario dan ada yang menggerakkan. Terlihat faham betul dengan moment memperkeruh suasana," kata Karding.
Karenanya, Karding mendorong Polri tidak hanya menangkap pelaku di lapangan, tapi juga menelisiknya hingga ke otak yang menggerakan teror itu.