TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai Rp 1 miliar dan sertifikat deposito senilai Rp 6 miliar.
Uang tunai dan deposito tersebut adalah milik Wali Kota Madiun Bambang Irianto (BI) yang disita saat menggeledah rumahnya.
"Khusus dari rumah tersangka, dari rumah BI penyidik menyita uang tunai senilai kurang lebih Rp 1 M kemudian ada sertifikat deposito senilai kurang lebih lebih Rp 7 M, dan ada satu batang emas seberat 1 kg," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Penyitaan tersebut karena diduga kuat berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan Bambang Irianto.
Baca: Wali Kota Madiun Ditahan KPK
Baca: Ditahan KPK, Wali Kota Madiun Hanya Bawa Ponsel
Sebenarnya, penyidik KPK menggeledah lima lokasi terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun anggaran 2009-2012 itu.
Lima lokasi tersebut adalah rumah dari Bambang Irianto, rumah dinas wali kota Madiun, di kantor wali kota,di rumah kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan rumah anak Bambang.
"Penggeledahan telah selesai dan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga berkaitan erat dengan perkara kemudian aset-aset yang dimiliki oleh tersangka," tukas Priharsa.
Sebelumnya, KPK menetapkan Walikota Madiun 2009-2014 dan 2014-2019 Bambang Irianto sebagai tersangka korupsi pembangunan pasar besar Kota Madiun 2009-2012 senilai Rp 76, 523 miliar.
Dia diduga menerima gratifikasi sekitar Rp 1 miliar dari pembangunan pasar tersebut.
PT Lince Romauli Raya adalah perusahaan pemenang tender pembangunan Pasar Besar Kota Madiun.
Namun dalam pelaksaannya, PT Lince Romauli Raya mensubkan pembangunan tersebut ke PT Tata Bumi Raya.
PT Tata Bumi Raya adalah perusahaan atau kontraktor yang berkantor di Jalan Pandegiling Nomor 223, Surabaya.
Perusahaan tersebut dimiliki oleh Ketua KADIN Surabaya, Jamhadi
Kasus itu sebenarnya pernah diselidiki Kejaksaan Negeri Madiun pada tahun 2012.
Penyelidikan berhenti karena pejabat Kejari Madiun saat itu dipindah ke Kejaksaan Agung.
Penyelidikan kemudian diteruskan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Akan tetapi terhenti karena menilai pembangunan proyek fisik belum selesai.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Bambang Pasal 12 huruf i atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bambang Irianto telah ditahan KPK pada Rabu (23/11/2016) di Rutan KPK kavling C1.