TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Internet (dunia maya) menjadi instrumen penting dalam melakukan propaganda di era komunikasi digital sekarang ini.
Bahkan dunia maya dijadikan telah dijadikan ‘kendaraan’ paham radikalisme dan terorisme dalam menyebarkan ajaran dan merekrut angggotanya.
Tidak hanya, melalui dunia maya, kelompok-kelompok tertentu tengah menggoyang NKRI dengan berbagai isu kekerasan dan disintegrasi yang dipicu kasus penistaan agama dalam Pilkada DKI Jakarta.
Pakar IT dan Medsos Nukman Luthfie mengajak para penggiat dunia maya untuk menyebarkan tulisan, gambar, video, meme yang mengajak masyarakat untuk menyebarkan kedamaian di dunia maya, khususnya sosmed.
Ajakan itu dilakukan untuk menyikapi dinamika yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia akhir-akhir ini, terutama adanya kasus penistaan agama dalam Pilkada DKI yang kini menggelinding menjadi ‘bola’ liar yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kasus ini berawal dari dunia maya dan kini menggelinding menjadi persoalan besar yang memicu gejolak luar biasa di masyarakat. Kalau awalnya soal penistaan agama, kini kasus itu sangat mungkin bisa ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang ingin merongrong negeri ini, utamanya ancaman radikalisme dan terorisme yang ingin mengacaukan NKRI,” ungkap Nukman, Jumat (25/11/2016).
Pun terjadinya demo besar, 4 November lalu, dan rencana demo susulan pada 2 Desember, menurut Nukman, juga disebarkan melalui dunia maya. Kondisi itulah yang sangat mungkin, akan disusupi kelompok-kelompok tertentu yang tidak bertanggungjawab.
“Kalau sampai kelompok radikal yang memainkan peran, itu bisa berbahaya. Masyarakat yang tidak mengerti asal-usul ajakan dan akar permasalahan bisa terpengaruh. Untuk itu masyarakat yang harus cerdas dan jangan mudah terpengaruh atau terprovokasi ajakan kekerasan dan melawan hukum negara,” jelas Nukman.
Ia mengakui ajakan melakukan demonstrasi pada 2 Desember di dunia maya sangat masif. Untuk itu, ia mengajak seluruh komponen bangsa penggiat media dan medsos bersikap bijaksana dan menggunakan kepala dingin dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi melalui dunia maya.
“Kalau memang tidak perlu demo ya jangan ikut demo karena adanya ajakan yang masif melalui dunia maya. Apalagi kasus itu sudah ditangani dan tuntutan sudah dipenuhi oleh aparat penegak hukum sehingga masyarakat harus sabar karena semua perlu proses dan waktu,” kata Nukman.
Nukman mengungkapkan perang opini di dunia maya terkait kasus penistaan agama itu memang sangat keras. Hal inilah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk terus memanaskan suasana. Tujuanya yaitu mengadu domba bangsa Indonesia dengan isu-isu agama yang memang sangat sensitif.
Sebenarnya, ungkap Nukman, masyarakat penggiat dunia maya sudah dewasa dalam memilih dan memilah mana yang benar dan mana yang salah di dunia maya. Apalagi ajakan-ajakan itu melanggar aturan karena mengganggu aktivitas rutin masyarakat. Belum lagi, bila rencana besar itu dimanfaatkan kelompok radikalisme dan terorisme.
“Semua warga bangsa ingin damai kok, tidak ingin aktivitas rutinnya terganggu. Belum lagi ancaman kelompok radikal yang mungkin sekali menyusupi aksi ini,” tukasnya.
Dalam hal ini, Nukman memuji langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan merekrut anak-anak muda menjadi duta damai dunia maya. Menurutnya, ini adalah terobosan yang “Langkah ini sangat tepat. Anak muda Indonesia harus digugah dan diberi pemahaman, serta keahlian dalam melawan radikalisme dan terorisme di dunia maya karena propanda kelompok ini sangat luar biasa.”
Seperti diketahui, BNPT baru saja melesaikan pelatihan tingkat lanjut Duta Damai Dunia Maya 2016. Sebanyak 60 anak muda Indonesia yang terdiri dari blogger, IT, dan Desain Komunikasi Visual (DKV) digembleng untuk menyebarkan kedamaian di dunia maya dengan keahlian masing-masing. Diharapkan, para duta damai ini nantinya akan terus menularkan ajakan damai ini tidak hanya di dunia maya, tapi juga mengajak teman dan lingkungannya untuk bersama memerangi radikalisme dan terorisme di dunia maya.