TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapuspen Mabes TNI, Mayor Jenderal Wuryanto menegaskan tak ada indikasi makar saat aksi Bela Islam jilid III pada 2 Desember mendatang. Aksi nanti diprediksi berjalan aman dan tak ada misi lain nya selain meminta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara.
"Desas-desus itu ada, tapi kan belum terjadi. Belum ada indikasi juga kalau kami lihat," jelasnya, Senin (28/11).
Dirinya menilai saat ini suasana sudah mulai kondusif dengan diusutnya kasus dugaan penistaan agama oleh pihak kepolisian. Meski begitu, Wuryanto menegaskan pihaknya akan tetap waspada soal ada indikasi kepentingan tertentu yang ingin memancing di air keruh.
Salah satunya dengan memperkuat BAIS (Badan Intelijen Strategis) TNI dan koordinasi dengan Polri. "Kami waspada. TNI akan tetap menjaga NKRI dari pihak yang mencoba memecah belah negara ini dan menindak tegas pelaku nya," kata Wuryanto.
Kemarin, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, pimpinan MUI dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI duduk bersama membahas aksi 2 Desember nanti. Mereka sepakat aksi berlangsung super damai. Kata sepakat itu dilahirkan dalam pertemuan di kantor MUI, Jalan Proklamasi.
Kapolri mengatakan demonstrasi 2 Desember sepakat berlangsung di Monas pukul 08.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Kapolri maupun Ketua Pembina GNPF MUI, Habib Rizieq, juga sepakat acara tersebut berlangsung super damai. Aksi ini hanya ibadah salat Jumat, zikir dan tausiyah semata. Peserta aksi dilarang membawa senjata tajam.
Dalam kesempatan itu, Ketum MUI Ma'ruf Amin bahkan mengusulkan agar digelar rujuk nasional sebagai sarana diskusi antara pihak pemerintah, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak lainnya. Usulan itu pun disambut baik GNPF MUI. Tidak hanya itu, GNPF MUI berjanji memulangkan peserta aksi ke daerah masing-masing dengan tertib.
SementaraKepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, ada potensi demonstrasi pada 2 Desember 2016 disusupi oleh kelompok teroris.
Suhardi mengatakan, terbukanya potensi itu berkaca pada demonstrasi yang digelar pada 4 November 2016.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan pada 4 November terkait proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dituduh menista agama. Ketika itu, demonstrasi berjalan damai pada siang hingga petang. Namun, kerusuhan terjadi pada malam harinya.Ini disebabkan adanya provokasi oleh sembilan orang yang diduga berafiliasi dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Saya katakan sekali lagi potensi selalu ada. Melihat dari hasil interogasi Densus 88, tidak menutup kemungkinan kelompok yang lain," ujar Suhardi.
Untuk itu, lanjut dia, BNPT telah mendata daerah-daerah yang berpotensi timbul aksi terorisme.
BNPT juga melakukan pemantauan terhadap kelompok-kelompok radikal yang mengikuti aksi tersebut. Selain itu, mantan pengikut gerakan ekstremis juga diawasi agar tidak menggunakan momentum tersebut untuk aksi terorisme.
"Kita punya data daerah-daerah yang potensial, termasuk mantan-mantan yang sudah keluar kita pantau. Kita ikuti gerakannya supaya tidak mengambil momentum ini," tutur Suhardi.
Jalan Kaki dari Ciamis
Ketua FPI Habib Rizieq Shihab yang juga Ketua Dewan Pembina GNPF-MUI, Habib Rizieq Shihab, memastikan aksi tersebut tetap digelar. Dalam konferensi pers bersama Kapolri Jenderal Pol.
Tito Karnavian di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Habib Rizieq mengatakan bahwa pihak Polri akan mencabut maklumat sejumlah Kapolda yang sempat dikeluarkan untuk menjegal aksi. Selain itu, Polisi juga akan membantu mencarikan alat transportasi bagi para peserta aksi.
"Tidak ada lagi imbauan-imbauan Polda-Polda dari seluruh daerah dari seluruh Indonesia, yang menghalang-halangi umat Islam untuk hadir pada aksi bela Islam jilid tiga, termasuk imbauan untuk perusahaan transportasi," kata Rizieq.
Imbauan tersebut, menurut Habib Rizieq, telah menyebabkan peserta dari Ciamis kesulitan mendapatkan alat transportasi yang bisa mengantarkan mereka ke Jakarta untuk ikut aksi 2 Desember mendatang. Padahal jumlah mereka tidaklah sedikit. "Di Ciamis, sepuluh ribu orang sudah siap jalan kaki (ke Jakarta)," ujar Rizieq.
Tito Karnavian dalam kesempatan yang sama mengakui bahwa pihaknya sempat mengantisipasi datangnya masa ke Jakarta. Hal itu salah satunya dikarenakan potensi konflik yang terjadi, bila rencana aksi semula dijalankan.
Kini dengan kesepakatan antara kedua belah pihak bahwa aksi tersebut tetap dilasaknakan, namun massa tidak menggelar shalat Jumat di sekitar bundaran HI, seperti rencana sebelumnya.
Kapolri mengatakan bila rencana tersebut tetap dilakukan maka dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan. "Kita juga (sempat) minta perusahaan transportasi, karena kalau ikut membantu suatu potensi pelanggaran hukum itu juga jadi masalah," terangnya.
Namun kini setelah terjalin kesepakatan dan Kapolri bisa meyakini komitmen pimpinan GNPF-MUI untuk menjaga aksi agar tidak berakhir ricuh, Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya akan membantu para peserta aksi datang ke Jakarta. "Saya besok juga akan video conference dengan jajaran kepolisian, suapaya PO ( perusahaan otobus) perusahaan transportasi bisa mengantarkan saudara-saudara kita," ujar Kapolri. (tribunnews/rekso/theresia felisiani/kompas.com)