TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar, menyebut kelompok teroris Majalengka tergolong kreatif (kreatif yang buruk tidak patut ditiru).
Pasalnya kelompok ini menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat untuk dicampur sebagai bahan peledak.
"Kelompok ini kreatif. Mereka menggunakan bahan yang mudah didapat dan murah, seperti kutek," ujar Boy Rafli Amar, Rabu (30/11/2016) di Mabes Polri.
Baca: Teroris Majalengka Belanja Bahan Peledak di Jalan Pramuka Jakarta Pusat
Lebih lanjut, Boy mengatakan dari empat tersangka di kasus ini yaitu RPW, Bahrain Agam, Saiful Bahri alias Abu Syifa dan AS alias SB, ternyata dua tersangka yakni Bahrain Agam dan Saiful sudah sempat melakukan survei ke beberapa lokasi yang hendak mereka ledakkan.
"Jadi dari beberapa lokasi yang ingin mereka ledakkan. Mereka sudah survei lokasi. Aksi itu direncanakan untuk akhir tahun," tegas Boy Rafli Amar.
Baca: Densus 88 Tangkap Teroris Jaringan Majalengka di Tangerang
Jenderal bintang dua ini menuturkan bahan peledak yang dihasilkan dari laboratorium kelompok ini, daya ledaknya lebih besar dibandingkan dengan bom Bali maupun bom Thamrin.
Kelompok ini sukses membuat bahan peledak lantaran satu tersangka yakni RPW adalah mahasiswa pertanian yang akrab dengan penelitian, sehingga paham soal kimia.
Ditambah lagi, adanya buku, dokumen dan beberapa video yang didapat kelompok ini, langsung dari Bahrun Naim.
"Bom kelompok Majalengka ini beda, karena bahan campurannya high eksplosif. Kalau bom Bali yang dibuat oleh Nurdin M Top, dr Azhari dan Imam Samudra, bobotnya 400 kg, tapi itu low. Kalau Majalengka beratnya tidak seberapa tapi efek ledakannya dasyat," imbuhnya.