TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa tidak perlu ada klausul "TNI" dalam revisi Undang-undang Antiterorisme yang saat ini sedang digodok oleh DPR.
Panglima mengatakan itu jika banyak orang yang mempermasalahkannya.
Keterlibatan TNI di dalam pemberantasan teroris, kata dia, tetap menunggu instruksi dari presiden.
“Begitu Presiden katakan siap lakukan panglima, saya akan lakukan. Itu jadi UU bagi saya,” tegas Gatot saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Dia menjelaskan saat ini terorisme tidak cukup hanya dipandang sebagai sebuah pelanggaran tindakan pidana, melainkan sebagai sebuah kejahatan terhadap negara.
Sehingga Pansus Rancangan Undang-Undang Antiterorisme diharap dapat memberikan perhatian terhadap definisi teroris di dalam UU yang sedang dibahas.
“Saya pernah bicara dengan pansus, definisi teroris adalah kejahatan negara. Apalagi melihat dari latar belakang pergerakan teroris di seluruh dunia, seperti Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS), saat ini berubah dari ideologi menjadi energi," jelasnya.
Hal itu tentunya perlu mendapatkan perhatian serius oleh Indonesia, lantaran sumber daya alam yang dimiliki cukup besar.
Selain itu, Gatot menjelaskan ada informasi bahwa kawasan Filipina selatan yang dekat dengan perbatasan Indonesia, akan menjadi basis pergerakan ISIS di Asia Tenggara.
“Saya sudah 6 bulan lebih berteriak tentang ini, dan syukur Alhamdulilah Presiden Duterte pada 14 November lalu menyampaikan benar bahwa ISIS menjadikan Filipina selatan sebagai basis di Asia Tenggara. Dan Presiden Duterte akan mengabaikan HAM untuk melindungi rakyatnya,” kata Gatot.