Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau akan all out menentang pengesahan RUU Pertembakauan.
Ini menanggapi sinyal DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakuan dengan membawa ke rapat paripurna.
"Kita tentu akan all out untuk menentang ini baik melalui lobi lobi ataupun upaya hukum," kata Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo ketika dikonfirmasi, Jumat (9/12/2016).
Prijo mengungkapkan alasan penolakan tersebut. RUU Pertembakauan mengundang banyak kejanggalan, diantarannya tiga daerah yang menghasilkan tembakau, tetapi RUU ini peraturannya justru mengeneralisasi untuk semua daerah di Indonesia.
"Jelas dampak buruknya untuk public health (kesehatan publik). Tetapi dipaksakan membuat RUU yang terkesan melindungi, apalagi dibuat di saat impor tembakau mendominasi pasokan ke pabrik rokok tetapi deskripsinya bukan melindungi kepentingan nasional," kata Prijo.
RUU ini dibuat saat sebagian masyarakat menentangnya karena dampak buruk dari produk tembakau berupa rokok yang mendekati tenaga usia produktif terutama dikalangan laki laki.
Hampir semua negara di dunia memakai instrument FCTC untuk menangkalnya, Indonesia justru sebaliknya.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Padahal, Indonesia bukan produsen terbesar di dunia tetapi melakukan upaya melindungi tembakau.
"Merupakan negara dengan prevalensi lelaki tertinggi didunia yang merokok tetapi RUU tidak menunjukan upaya pengendalian," katanya.
Kondisi ini merusak skala prioritas pemakaian pengeluaran rumah tangga dikelompok miskin karena pengeluaran membeli rokok jauh mengalahkan pengeluaran kebutuhan rumah tangga miskin untuk menjaga gizi keluarga.
"UU ini sama sekali tidak berpihak kepada hal tersebut," kata Prijo.
Karenanya, Prijo menyatakan pihaknya akan melakukan komunikasi intensif dengan DPR dan Pemerintah. Bila gagal, Prijo mengakui tak menutup kemungkinan melalui upaya hukum.
"RUU itu sendiri sesungguhnya tumpang tindih dengan UU yang lain. Yang pasti RUU ini jika jadi UU, pontesial membunuh generasi muda bangsa Indonesia," kata Prijo.