TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jatuhnya Pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara bernomor ekor A-1334 jelang pendaratan di Bandara Wamena, Papua, Minggu (18/12/2016) pagi, memperpanjang daftar kendaraan terbang milik militer dan kepolisian yang mengalami kecelakaan.
Selama 2016 saja, sudah enam unit pesawat dan helikopter yang jatuh.
Hal tersebut jelas menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat. Apalagi dalam tiga bulan terakhir saja, sudah tiga kendaraan udara yang jatuh.
Pengamat militer dari Institute for Defense and Security Studies (IDSS), Mufti Makarim berpendapat ada banyak faktor yang dapat menyebabkan beberapa peristiwa tersebut terjadi.
Namun, dia ragu penyebabnya adalah usia pesawat. Karena, sejak 2010, pemerintah sudah melakukan peremajaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) melalui MEF (Minimum Essential Force).
"MEF fase pertama saja (2010-2014), di masing-masing matra (angkatan) ada 15 komponen persenjataan yang ditransformasi," kata Mufti saat dihubungi, Minggu (18/12/2016).
Terkait jenis Hercules yang sudah beberapa kali mengalami peristiwa naas di Indonesia, Mufti menilai pesawat itu masih layak digunakan.
Selain ada lebih dari 40 angkatan militer, termasuk Amerika Serikat, yang masih mengoperasikannya, Hercules dianggap sudah teruji.
"Kalau kejadiannya serentak lima pesawat sekaligus dalam satu masa, bisa jadi pada faktor pesawatnya. Tapi kalau seperti ini, masih bisa diduga ada faktor lain," kata dia.
Pemangkasan anggaran belanja yang dilakukan Kementerian Keuangan pada hampir seluruh instansi pemerintah, juga menurutnya tidak mempengaruhi belanja Kementerian Pertahanan untuk belanja dan perawatan Alutsista.
Apalagi untuk porsi belanja tersebut, Kemenhan tidak semata bergantung dari APBN.
"Jadi relatif tidak terpengaruh pengetatan anggaran," jelas Mufti.
Senada dengan Mufti, pengamat penerbangan yang juga Komisioner Ombudsman, Alvin Lie melihat banyaknya kendaraan udara milik TNI dan Kepolisian yang jatuh tidak bisa dianggap sebagai satu kejadian berhubungan.
Pasalnya, Hercules yang jatuh di Wamena dia nilai tidak lepas dari topografi alam di Papua, tempat terjadinya 60 persen kecelakaan pesawat Indonesia selama tahun ini.
"Landasan pacu di Wamena, ketinggiannya 1.400 meter dari permukaan laut dan posisinya di lembah yang sekelilingnya gunung tinggi," ujar Alvin.
Perubahan cuaca di Bumi Cendrawasih juga bisa terjadi dalam kurun waktu yang cepat. Sehingga Alvin menduga kabut yang ada pada pagi hari harus diperhitungkan sebagai penyebab.
"Kejadian tadi, waktu jarak pandang tidak memenuhi syarat pendarat karena masih pagi dan sinar matahari, karena itu di lembah. Jadi yang di bawah bisa lihat pesawat tapi pesawat tidak bisa lihat landasannya," kata dia.
Mantan anggota DPR ini pun mengaku sudah meminta pada Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi untuk meningkatkan infrastruktur navigasi di Papua pada 2017.
"Semisal pemancar posisi navigasi. Saya sudah bicara dengan Menteri Perhubungan soal itu," ungkapnya.