TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai Fatwa MUI terkait atribut Hari Raya Natal yang diafirmasi merujuk Fatwa MUI sebagai konsideran Surat Himbauan Kamtibmas adalah kekeliruan institusi penegak hukum.
Dia menilai, kekeliruan institusi penegak hukum tersebut dapat berdampak serius terhadap melemahnya supremasi hukum di Indonesia.
"Ketika institusi hukum justru tak berdiri tegak berdasarkan hukum dan konstitusi, maka sesungguhnya prinsip negara hukum yang dianut sedang dilumpuhkan paham supremasi keagamaan sempit dengan tafsir dan klaim kebenaran yang tunggal," ujar Hendardi, kepada wartawan, Senin (19/12/2016).
Menurut dia, sosialisasi fatwa yang dilakukan FPI di Surabaya dengan dikawal polisi adalah bentuk nyata intimidasi dan ketundukan institusi Polri pada kelompok vigilante yang beroperasi dengan cara melawan hukum.
Seharusnya polisi mencegah dan melarang intimidasi berwajah sosialisasi fatwa.
Penyebaran aksi intoleransi pasca aksi 212 adalah dampak dari sikap akomodasionis Polri dan elemen negara lainnya pada kelompok intoleran.
"Pembiaran berbagai tindakan intoleransi, hate speech, dan lain sebagainya telah memperkokoh supremasi intoleransi di ruang publik yang semakin destruktif," kata dia.
Situasi ini bukan hanya harus dijawab Polri, tetapi juga oleh Presiden Jokowi, yang hingga saat ini masih mengutamakan orientasi koeksistensi sosial politik dan keamanan meskipun kemajemukan bangsa dan prinsip negara hukum Indonesia yang dipertaruhkan.