Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI melihat adanya dua kasus yang persidangannya menjadi sorotan publik di tahun 2016.
Kasus tersebut yakni pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica Kumala Wongso dan kasus penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kepala Divisi Reformasi Sistem Peradilan Pidana Anugerah Rizki Akbari mengatakan sorotan publik yang begitu besar khususnya melalui media massa, menimbulkan pertanyaan mengenai pemenuhan prinsip praduga tak bersalah.
Asas tersebut sebagai satu elemen penting dari fair trial.
"Pemberitaan secara langsung dan terus menerus suatu proses persidangan ibarat pisau bermata dua," kata Rizki dalam keterangan tertulis, Kamis (22/12/2016).
Di satu sisi, kata Rizki, membangun kesadaran publik mengenai pentingnya keterbukaan dalam proses peradilan.
Proses peradilan harus dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat dapat menyaksikan prosesnya.
"Publik harus dapat melihat dan merasakan bahwa proses peradilan memang benar-benar memberikan rasa adil," kata Rizki.
Namun demikian, lanjut Rizki, pemberitaan yang dilakukan tanpa adanya proses verifikasi data atau fakta yang jelas cenderung membuat bingung masyarakat.
Terlebih apabila pemberitaan justru memberikan pengaruh pada sidang pengadilan yang berjalan.
Rizki menuturkan Majelis Hakim mempersilahkan media melakukan siaran langsung di setiap tahapan persidangan Jessica Kumala Wongso.
Pemberitaan dilakukan secara terus menerus, bahkan ketika pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya sedang berlangsung.
"Hal ini sangat berpotensi mengganggu integritas proses persidangan karena semua orang, termasuk saksi yang belum diperiksa, dapat menyaksikan secara langsung keterangan yang disampaikan dalam persidangan," kata Rizki.
Menurut Rizki, hal tersebut melanggar ketentuan mengenai pemeriksaan saksi di KUHAP dan tentang larangan campur tangan dalam urusan peradilan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Rizki menilai perbaikan diperlihatkan dalam pemeriksaan kasus Ahok, majelis tidak lagi memberikan kebebasan penuh kepada pers dan media untuk meliput secara langsung proses persidangan.
"Peliputan langsung dibatasi hanya pada proses pembacaan berkas dan tidak pada proses pembuktian dan pemeriksaan alat bukti," kata Rizki.