News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Hindari Isu SARA di Pilkada Serentak, Direktur Eksekutif Komunikonten: Om Jangan Fitnah Om

Penulis: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi bertajuk 'Peran Media Alternatif dalam Meredam Isu Sara di Pilkada Serentak 2017' yang diadakan Social Media for Civic Education (SMCE) di Aula Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2016).

Larangan Menghina SARA Bukan Hanya Saat Pilkada, Tapi Sampai Kapanpun Tidak Boleh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah meminta media alternatif digunakan untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.

Demikian disampaikan Ferry dalam diskusi 'Peran Media Alternatif dalam Meredam Isu Sara di Pilkada Serentak 2017' yang digelar Social Media for Civic Education di Aula Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2016).

"Kami tegaskan agar media alternatif seperti medsos dan lain sebagainya tidak digunakan untuk hal-hal yang mengurangi kualitas pilkada serentak seperti memainkan isu SARA, fitnah, dan lain-lain," ujar Ferry.

Menurut dia tim sukses seluruh pasangan calon wajib mendaftarkan akun-akun media sosialnya. Pada prinsipnya kampanye pasangan calon di medsos sama dengan di darat.

"Sehingga kampanye di medsos tetap mengedepankan kampanye dialogis dan pendidikan politik”, Ferry menambahkan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menjelaskan enam hal untuk meredam isu sara di pilkada. Pertama, meredam bisa diartikan mencegah potensi ribut, jangan sampai pesta demokrasi jadi pestanya para penghina.

Seharusnya 153 calon kepala daerah dan tim sukses yang akan bersaing di 101 daerah dalam pilkada serentak 2017 harus menjadi teladan bagi masyarakat, utamanya calon kepada daerah.

"Belajarlah dari Pak Jokowi-Pak Jusuf Kalla, Pak Prabowo-Pak Hatta Rajasa saat Pilpres 2014. Keduanya tidak menghina SARA. Sehingga sepanas apapun debat di medsos, Pilpres 2014 tetap aman. Menruut saya Pilpres 2014 lebih hebat dari Pilpres Amerika 2016," ungkap Hariqo.

Kedua, term of use saat seseorang membuat akun media sosial harus diubah dalam format tanya jawab. Contoh pertanyaan; jika kami memberikan akun Twitter ini, Anda berjanji tidak melakukan fitnah?

Pemerintah harus memaksa pemilik Twitter, Facebook, Instagram, Google untuk mempersulit seseorang mendapatkan akun media sosial. Dulu Instagram bebas politik kotor, sekarang dipakai juga.

Ketiga, tolong dingat kembali bahwa pilkada serentak adalah pesta demokrasi yang penuh kegembiraan. Timses harus mampu membuat konten-konten yang menjadikan semua orang tersenyum, tertawa, buatlah parodi, misalnya mengubah “Om Telolet Om”, menjadi “Om Nyoblos Om” atau “Om Jangan Fitnah Om” dan hal-hal kreatif lainnya.

Pilkada serentak adalah perang kreativitas dalam membuat konten. Timses juga jangan hanya pidato atau monolog tentang hebatnya kandidat di medsos, tapi harus minta juga saran dan kritik masyarakat.

Keempat, jangan sampai menyebar konten yang menguntungkan calonnya tapi merugikan kepentingan nasional. Jangan sampai membuat konten yang menguntungkan calonnya tapi memecah NKRI.

“Larangan menghina SARA, fitnah bukan hanya saat pilkada, tapi sampai kapanpun tidak boleh,” tegas alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor ini.

Sebab itu literasi digital tidak boleh berhenti dan dikurangi dosisnya.

Kelima, jangan hanya melarang, namun ajak masyarakat membuat konten internet sehat, adakan lomba-lomba foto, video, dll. Lomba-lomba yang dilakukan Gerakan Pramuka dan Kemendikbud di medsos bisa jadi contoh.

Keenam, integritas. Hariqo mengaku sangat mengingat pesan almarhum Ketua KPU Husni Kamil Manik saat menghadiri diskusi Komunikonten di Universitas Paramadina sebelum pilkada serentak 2015 lalu.

"Saat itu almarhum Husni Kamil Manik mengatakan, 'Kata kuncinya agar pilkada langsung ini sukses adalah integritas, penyelenggara harus berintegritas, pesertanya harus berintegritas, pemilih harus berintegritas. Media sosial bisa menghimpun partisipasi, namun juga bisa merusak partisipasi.'".

Pengamat media Agus Sudibyo mendesak Facebook, Google dan lainnya agar tidak meyebarkan konten-konten SARA yang memicu ketegangan di masyarakat.

“Google, Facebook, Yahoo, Twitter, Instagram, dll juga berbisnis, mereka bukan semata media sosial, mereka semakin populer jika link-linknya disebarkan, iklannya bertambah, namun mereka tidak bertanggung jawab terhadap kegaduhan yang terjadi di masyarakat setelahnya. Satu hal lagi, jangan sampai media mainstream menjadi follower media sosial, harus benar-benar dicek akun yang dikutip”, ungkap Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini