TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bola mata suami aktris Inneke Koesherawati, Fahmi Darmawansyah, terlihat berkaca-kaca saat meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat meninggalkan gedung KPK, kemeja putih Fahmi telah berbalut rompi oranye bertulis 'Tahanan KPK'.
Jelang menuju mobil tahanan KPK, Fahmi mengaku syok lantaran tidak mengira bakal digelandang menuju ruang tahanan.
Fahmi mengaku, kedatangannya ke komisi antirasuah justru inisiatif pribadi usai dikabarkan terlibat suap pejabat Bakamla saat berada di Belanda.
"Saya ke sini datang atas inisitaf saya sendiri. Saya belum dapat surat dari KPK," ucap Fahmi saat digiring ke mobil tahanan.
"Saya mau klarifikasi, ternyata surat panggilan sudah kita cek di rumah, dikantornya semuanya tidak masuk. Niat baik saya ke sini, tapi kondisinya seperti ini (ditahan,-red)," sambungnya.
Fahmi membantah dirinya melarikan diri atau sengaja pergi ke luar negeri saat dua anak buahnya menyuap Deputi Inhuker Bakamla dan terjaring OTT dari KPK pada 14 Desember 2016 lalu.
Menurutnya, kepergian ke Belanda untuk menjalani pengobatan. Ia pun baru kembali ke Indonesia pada Selasa (21/12/2016) lalu.
Ia kembali lebih cepat dari jadwal kepulangan, yakni 29 Desember 2016.
"Seharusnya saya ke sini, besok. Yang jelas, saya bukan buron. Saya berniat baik buat klarifikasi ke KPK," kata dia.
"Tapi Insya Allah, Allah akan memberikan ini ujian terbaik buat saya. Nanti kita lihat skenario Allah seperti apa," tambah Fahmi seraya menyangkal memerintahkan dua anak buahnya memberi uang suap kepada Deputi Inhuker Bakamla, Eko Susilo Hadi.
"Saya enggak kenal sama pejabat itu. Saya tidak tahu, saya enggak kenal," ucapnya.
Lantas, Fahmi pun hanya bisa tertunduk saat digiring petugas KPK ke mobil tahanan.
Terlihat tak ada barang bawaan yang dibawa oleh Fahmi saat dibawa ke tahanan. Hanya celana panjang abu-abu tua, kemeja putih berbalut rompi tahanan, jam tangan bermerk di tangan kiri serta kacamata dengan frame warna hijau toska, yang menempel di tubuhnya.
Selain itu, tidak terlihat kehadiran aktris Inneke Koesherawati saat suaminya itu dibawa ke tahanan.
Hanya ada seorang keponakan dan beberapa pria berambut cepat dan berbadan tegap berdiri di belakang Fahmi saat dibawa ke mobil tahanan.
Namun, dua jam setelah penahanan itu, tiga orang kerabat Fahmi mendatangi kantor KPK.
Ia datang dengan membawa sebuah tas hijau berisi pakaian ganti, seperti kemeja kaos, celana panjang training dan beberapa bungkus berisi obat. Kemudian mereka menitipkan barang-barang tersebut kepada petugas jaga KPK.
Seorang petugas KPK menjelaskan kepada mereka, anggota keluarga baru bisa membesuk Fahmi Darmawansyah di Rutan Pomdam Jaya Guntur pada Senin, 26 Desember 2016.
Namun, anggota keluarga harus meregistrasi data pembesuk ke penyidik terkait sebelum membesuknya.
Fahmi akhirnya ditahan penyidik KPK di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan, Jumat (23/12/2016) petang. Ia ditahan selaku tersangka penyuap Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama (Deputi Inhuker) Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi, terkait pengadaan lima unit monitoring satelit Bakamla 2016.
"Saudara FD ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung hari ini di Rumah Tahanan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK, yang berlokasi di Pomdam Jaya, Guntur," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantor KPK, Jakarta.
Menurut Febri, seharusnya Fahmi Darmawansyah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus suap pengadaan Satelit Monitoring Bakamla senilai Rp220 miliar, untuk tersangka Deputi Bakamla, Eko Susilo Hadi. Namun, Fahmi tidak datang. Fahmi baru mendatangi kantor KPK pada Jumat, 23 Desember 2016, pukul 09.00 WIB.
Menurutnya, penyidik mengambil keputusan untuk menahan Fahmi Darmawansyah, pada kedatangannya ke kantor KPK ini. Sebab, Fahmi Darmawansyah selaku salah seorang pemilik saham PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) dan pemilik PT Merial Esa itu sudah ditetapkan sebagai tersangka penyuap pasca-dua dua orang anak buahnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) menyuap Deputi Inhuker Bakamla, Eko Susilo Hadi, pada Senin, 19 Desember 2016.
Penyidik baru bisa menahan suami Inneke Koesherawati tersebut lantaran berada di luar negeri saat dilakukan OTT.
Saat dilakukan OTT hari itu, tim KPK hanya bisa menangkap Deputi Inhuker Bakamla, Eko Susilo Hadi; serta dua direksi PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
"FD bagian dari tersangka yang sudah ditetapkan setelah OTT dilakukan. Dan ketika penetapan tersangka itu dilakukan, KPK cukup yakin bahwa empat orang tersebut melakukan tindak pidana sebagaimana disangkakan," papar Febri.
Adapun alasan subjektif penyidik menahan Fahmi Darmawansyah, yakni agar tidak melarikan diri ke luar negeri saat penyidik memerlukan keterangannya.
"Hal paling penting adalah adanya equal treatment terhadap para tersangka dari OTT," jelasnya.
Febri menambahkan, penyidik akan mengembangkan kasus suap pengadaan spek di Bakamla ini, termasuk pihak inisiator pemenangan proyek dan pemberian uang suap.
Untuk diketahui, Pada Rabu, 14 Desember 2016, tim KPK melakukan OTT terhadap Deputi Inhuker sekaligus mantan Pelaksana tugas Sekretaris Utama (Plt Sestama) Bakamla, Eko Susilo Hadi; serta dua orang direksi PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Ketiganya ditangkap di kantor lama Bakamla, Jalan Dr Soetomo nomor 11, Pasar Baru, Jakarta Pusat, seusai serah terima uang dalam bentuk Dolar Amerika Serikat dan Singapura senilai Rp2 miliar.
Pemberian uang dari pihak PT MTI ini diduga suap atau timbal balik atas jasa Eko Susilo Hadi memenangkan perusahaan tersebut dalam lelang pengadaan Satelit Monitoring Bakamla Tahun Anggaran APBN-P 2016 senilai Rp 220 miliar.
Diketahui, Eko Susilo Hadi sempat merangkap jabatan sebagai Deputi Inhuker dan Plt Sestama yang berwenang sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Bakamla.
Uang sebesar Rp2 miliar yang diberikan oleh pihak PT MTI ini adalah uang muka dari 'deal' commitmen fee 7,5 persen dari nilai proyek untuk Eko Susilo Hadi.
Hasil pengembangan penyidikan KPK, diduga Fahmi Darmawansyah terlibat penyuapan kedua anak buahnya itu.
Setelah penangkapan tersebut, KPK menetapkan Deputi Inhuker sekaligus mantan Plt Sestama Bakamla, Eko Susilo Hadi sebagai tersangka penerima suap. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 64 ayat 1 KUH-Pidana.
Sementara, dua direksi PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta pemilik saham PT MTI, Fahmi Darmawansyah, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.
Fahmi Darmawansyah merupakan pengusaha sekaligus putra pemilik gedung Menara Saidah.
Pernikahan Fahmi Darmawansyah dan aktris Inneke Koesherawati digelar di gedung Menara Saidah pada 2 April 2004. Sementara, prosesi akad nikah dilangsungkan di rumah keluarga Fahmi, Jalan Imam Bonjol nomor 16, Menteng, Jakarta Pusat. Belakangan rumah tersebut dijadikan kantor PT Merial Esa.
Hubungan Fahmi Darmawansyah dan M Adami Okta terjalin melalui gedung Menara Shahidah. Diketahui, M Adami Okta merupakan Manajer Umum PT Gamlindo Nusa, pengelola gedung tersebut.
Selain dalam usaha IT dan Telekomunikasi, Fahmi juga dikenal sebagai pengusaha di bidang perhotelan. Fahmi melalui perusahaannya juga disebut-sebut berpartisipasi dalam beberapa pengadaan perangkat lunak di lingkungan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Penasihat hukum Fahmi, Maqdir Ismail, juga mengaku kaget atas penahanan kliennya ini. Sebab, semula ia dan pihak KPK sudah sepakat untuk menghadirkan Fahmi ke kantor KPK untuk diperiksa sebagai saksi sekaligus meminta klatifikasi dugaan keterlibatannya. Namun, nyatanya Fahmi langsung ditahan pada kedatangan pertamanya ini ke kantor KPK.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi di atas (ruang penyidik KPK) sehingga dia ini ditahan," kata Maqdir.
Meski demikian, Maqdir mengakui Fahmi sudah sempat khawatir akan ditahan oleh KPK pada kedatangannya ini. Maqdir mengaku telah bertemu dengan Fahmi setelah pulang dari Belanda atau sebelum mendatangi kantor KPK.
Dalam pertemuan itu, Fahmi mengaku tidak mengetahui pemberian uang suap dari kedua anak buahnya kepada Deputi Inhuker Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Fahmi Darmawansyah mengaku baru mengakuisisi PT MTI dari pemilik sebelumnya. Fahmi juga tahu PT MTI mengikuti dan memenangkan lelang proyek Satelit Monitoring di Bakamla. Namun, ia tidak mengetahui permintaan dan pemberian uang suap tersebut.
"Dia tidak tahu karena operasional seperti itu kan tidak sampai ke dia. Ada penggunaan uang, dia pasti tahu. Tapi untuk apa, itu yang mesti dilihat," ujar Maqdir.
Menurut Maqdir, Fahmi tidak sebagai inisiator pemberian uang suap dari kedua anak buahnya itu kepada Eko Susilo Hadi. Apalagi, proses akusisi PT MTI masih berproses dan Fahmi tidak mengenal pejabat Bakamla dari korps Kejaksaan tersebut.
"Yang berhubungan ini kan orang di bawah," kata dia.
Menurut Maqdir, ada orang lain yang justru sebagai inisiator pemberian uang suap kepada pejabat Bakamla itu. "Ada orang lain," ungkapnya.
Maqdir mengaku tidak tahu perihal operasional PT MTI yang kerap menjadi perusahaan rekanan untuk proyek-proyek di Polri, Kementerian Pertahanan dan BIN. Ia pun belum mengetahui banyak perihal latar belakangan Fahmi Darmawansyah sehingga tidak bisa menjelaskan kliennya mempunyai "backingan" dari seorang jenderal TNI AD.
"Kalau memang dia jadi saksi pernikahan bisa membeckingi? Enggak lah," ujarnya.
Fahmi mengaku akan menemui dan berkoordinasi dengan Fahmi untuk membicarakan penahanan, materi kasus dan langkah hukum selanjutnya, termasuk praperadilan. "Kita lihat saja, kalau kita lihat prosesnya tidak pas, kita gunakan hak sebagai warga negara," tukasnya. (abdul qodir)