News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Operasi Tangkap Tangan KPK

KPK Sita Uang Rp 3 Miliar Dari Lemari Kamar Anak Bupati Klaten

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Klaten Sri Hartini keluar dari gedung KPK memakai rompi tahanan usai diperiksa, Sabtu (31/12/2016). Sri Hartini ditahan KPK diduga terlibat kasus suap pengaturan jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 3 miliar dari lemari kamar Andy Purnomo terkait penyidikan dugaan suap pengisian jabatan di Pemerintah Kabupaten Klaten.

Andy Purnomo adalah Ketua Komisi IV DPRD Klaten sekaligus anak dari Bupati Klaten Sri Hartini yang tertangkap tangan menerima suap dan kini sudah berstatus tersangka di KPK.

Selain itu, penyidik juga menyita uang Rp 200 juta dari lemari kamar Sri Hartini.

Temuan uang tersebut dari hasil penggeledahan di Rumah Dinas dan Rumah Pribadi Bupati Klaten 1 Desember 2016.

"Menemukan juga sejumlah uang di kamar di lemari yang diduga anak bupati dan lemari yang diduga kamar bupati. Uang yang ditemukan Rp 3 miliar dan 200 juta," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Rabu (4/1/2016).

Selain uang tersebut, penyidik juga menyita sejumlah dokumen lainnya.
Kata Febri, uang dan dokumen tersebut kini sedang dalam penanganan KPK.

"Kami terus mendalami uang temuan tersebut dan disita juga sejumlah dokumen terkait perkara yang ditangani KPK selama ini," ungkap Febri Diansyah.

Selain menggeledah dua rumah bupati, penyidik juga menggeledah empat lokasi lainnya yakni kantor bupati, kantor Badan Kepegawaian Daerah, kantor inspektorat, dan rumah seorang saksi.

Sejak kasus tersebut bergulir, KPK telah melakukan pemeriksaan maraton terhadap 40 saksi.

Sebelumnya, Sri Hartini ditangkap KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan pada akhir Desember 2016.

Dia ditangkap bersama tujuh orang lainnya.

Penangkapan tersebut terjadi di dua lokasi yakni di rumah dinas Bupati Klaten Sri Hartini dan di rumah Sukarno, Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat, 30 Desember 2016.

Sebanyak tujuh orang ditangkap di rumah dinas Bupati Klaten yakni Sri Hartini (Bupati), Suramlan (PNS), Nita Puspitarini (PNS).

Kemudian Bambang Teguh (PNS), Slamet (PNS, Kabid Mutasi), Panca Wardhana (Staf Honorer) dan seorang swasta, Sunarso.

Dari rumah dinas tersebut, ditemukan barang bukti uang sebanyak Rp 2 miliar yang tersimpan dalam dua kardus besar serta 5.700 Dolar Amerika Serikat atau setara Rp 76,6 juta.

Serta 2.035 Dolar Singapura atau setara Rp 18,9 juta di dompet.

Sementara dari rumah Sukarno, selain mengamankan pemilik rumah, juga disita barang bukti uang sebanyak 80 juta.

Temuan uang sejumlah Rp 2,1 miliar dari sang bupati diduga terkait perdagangan atau jual beli jabatan di di lingkungan Pemkab Klaten.

Uang tersebut tidak berasal dari satu orang dan bukan untuk suap satu jabatan.

Pemkab Klaten sendiri dalam dua bulan terakhir sedang disibukkan proses pengisian jabatan menyusul adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Pemkab Klaten setidaknya melakukan pengisian jabatan berupa promosi dan mutasi sebanyak 850 jabatan eselon 2, 3 dan 4.

Adalah Kasi SMP Dinas Pendidikan Suramlan yang berperan sebagai pengepul uang-uang sogokan untuk sang bupati.

Rencananya sang bupati, Sri Hartini, akan melakukan pelantikan dan pengukuhan susunan organisasi tata kerja (SOTK) yang rencananya digelar, Jumat (30/12/2016) malam.

Namun, agenda tersebut ditunda lantaran sang bupati terjaring OTT tim KPK karena dugaan menerima suap miliaran rupiah terkait pengisian jabatan tersebut.

Sri Hartini dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP joPasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara Suramlan selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini