Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Niat pemerintah menaikkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kendaraan bermotor dengan menaikan tarif penerbitan STNK dan BPKB dinilai bukan langkah yang bijak.
Hal tersebut mengingat kondisi ekonomi global yang saat ini sedang lesu.
Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menyebut kondisi tersebut tentunya juga mempengaruhi kocek masyarakat.
Dalam pemaparannya di kantor Seknas FITRA, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017), Yenny Sucipto menyebut kalau alasannya pemerintah kekurangan uang untuk mendanai proyek-proyek pemerintah, tidak perlu dilakukan dengan membebani masyarakat.
Sekjen FITRA mengatakan masih banyak hal lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk menambal kekurangan uang.
"Harus diperhatikan dari sektor lain. Misal dari kehutanan, yang potensi kehilangannya tahun lalu bisa mencapai tiga puluh triliun (rupiah)," katanya.
Alasan bahwa pelayanan masyarakat untuk mengurus PBNP kendaraan bermotor harus dilakukan dengan menaikkan harga juga bukan alasan yang bijak.
Seharusnya pelayanan di berbagai institusi Polri yang mengurus pembayaran terkait PBNP kendaraan bermotor ditingkatkan, baru kemudian harga dinaikan.
"Selama ini fakta dilapangan yang dirasakan oleh masyarakat, pengurusan SIM, STNK, BPKP rumit, boros waktu, tidak transparan dalam proses dan hasilnya," ujar Yenny Sucipto.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan tarif atas PNBP yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 6 Desember 2016.
Dengan berlakunya PP 60/2016 ini, terdapat penambahan jenis PNBP yang mulai berlaku seperti tarif Pengesahan STNK, Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan, STRP & TNRP (lintas batas) dan Penerbitan SIM golongan C1 dan C2.
Kenaikan cukup tinggi untuk penerbitan surat mutasi kendaraan bermotor ke luar daerah.
PP terdahulu surat mutasi ke luar daerah hanya Rp 75.000 untuk semua jenis kendaraan, sekarang tarifnya Rp 150.000 untuk kendaraan bermotor roda 2 atau roda 3 serta kendaraan bermotor roda 4 atau lebih mencapai Rp 250.000.
Tarif mengurus SKCK atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian berdasarkan PP 60 Tahun 2016 naik 3x lipat menjad Rp 30.000 per penerbitan
Selain dinilai tidak bijak karena memberatkan masyarakat, kebijakan tersebut juga diduga tidak melalui proses yang patut.
Yenny Sucipto mengatakan tidak adanya kajian akademik atau proses uji publik terhadap kebijakan tersebut, tidak bisa didiamkan begitu saja.
Karena itu, FITRA meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut kebijakan tersebut sebelum berlaku dan mencari alternatif pemasukan lain untuk mendanai proyek-proyek pemerintah.
"Presiden dan Menkeu harus mencari alternatif PBNP yang lebih efektif. Batalkan kado pahit untuk rakyat," ujarnya.