Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang kasus korupsi dengan terdakwa mantan kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX, Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, Senin (9/1/2017).
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan beberapa orang saksi, di antaranya, Ign Wing Kusbimanto selaku Kabag Administrasi Penganggaran pada Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian PUPR.
Dalam persidangan, Kusbimanto mengaku ada ambisi dari anggota Komisi V DPR RI untuk menggaet uang haram dari proyek aspirasi melalui Kementerian PUPR.
Bahkan, Komisi V menekan Kementerian PUPR supaya mengakomodir proyek yang menggunakan aspirasi anggota dewan.
Upaya untuk menggaet proyek aspirasi itu pernah dibahas dalam rapat setengah kamar dengan sejumlah anggota dan pimpinan Komisi V DPR RI.
Kusbimanto mengakui bahwa dalam rapat yang digelar pada 14 September 2015 itu, Ketua Komisi V Fary Djemi mengancam jika program aspirasi semua anggota komisi V tidak diakomodir, maka anggaran APBN PUPR 2016 tidak disetujui Komisi V.
"Secara tersirat iya, seperti itu (tidak akan disahkan APBN PUPR kalau program aspirasi tidak diakomodir)," kata Kusbimanto.
Saksi Ayi Hasanudin juga membenarkan soal pertemuan setengah kamar tersebut.
Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian PUPR ini bahkan mengakui Sekjen PUPR Taufik Widjoyono ikut dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan terkait hal itu, diakui Hasanudin, tak luput dari pristiwa kunjungan kerja sejumlah anggota Komisi V DPR ke beberapa daerah, termasuk Maluku.
"Iya. Saya hadir temani Pak Sekjen (Taufik Widjoyono)," kata Hasanudin.
Miftachul Munir, Kasubdit Pemograman Direktorat Pembangunan Jalan Ditjen Bina Marga mengatakan, demi mengakomodir permintaan tersebut, Kementerian PUPR menggurangi sejumlah program yang telah direncanakan. Sehingga hal itu menggeser program yang telah diprioritaskan.
"Ada pengurangan program, jadi prioritasnya bergeser. Jadi ketika ada masuk dari Komisi V prioritasnya bergeser setelah diterima (saran program aspirasi) oleh Pak Sekjen (Taufik)," ujar Munir.
"Di renstra kami punya prioritas-prioritas. Pasti ada program yang dikorbankan. Jadi pada saat saya jadi Subdit program 9 Juli 2015, pada saat ada program aspirasi kami sandingkan dengan program assitence. program assitence kami jadikan program aspirasi. Jadi prioritasnya kami terima hasil akhir dari sekjen (Taufik)," katanya.
Pergeseran demi mengakomodir keinginan Komisi V juga diakui saksi Reiza Setiawan.
Kasi Pemogramanan II Wilayah Indonesia Timur pada Subdit Pemogramanan Direktorat Pembangunan Jalan Ditjen Bina Marga ini mengakui program reguler dialihkan ke program aspirasi.
Pengalihan itu, diakui Reiza, atas atensi pimpinan PUPR, termasuk Dirjen Bina Marga.
"Iya. Itu hasil diskusi dari pimpinan," kata Reiza.
Amran sendiri membenarkan keterangan para saksi yang akhirnya menyeret sejumlah politikus Komisi V menjadi pesakitan lantaran dana aspirasi tersebut.
Termasuk pengakuan Hasanudin dan Munir soal penerimaan sejumlah uang dari Amran.
"Kalau uang (Rp 30 juta) ke Pak Munir itu yang serahkan staf saya, Pak Hamid. Kalau 5.000 dolar AS ke Hasanudin," kata Amran.