News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Hoax Tidak Akan Marak Kalau Tidak Banyak Yang Percaya

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah warga membentangkan poster menolak berita bohong seusai Deklarasi Gerakan Anti-Hoax di kawasan Car Free Day (CFD) Dago, Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Minggu (8/1/2017). Gerakan ini mengajak kepada masyarakat untuk menggunakan media sosial secara positif dengan mengurangi pesan berisi pemecah belah, ujaran kebencian, dan hoax serta menyatukan kolaborasi dengan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melawan hoax. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Berita bohong atau yang disebut hoax tidak akan marak didunia maya, bila masyarakat tidak menganggap berita-berita tersebut sebagai sebuah kebenaran. Pakar komunikasi dari Universitas Mercu Buana, Adi Sulhardi menyebut karena banyak masyarkat yang percaya, maka berita semacam itu menjadi viral.

Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang membangun situs di internet untuk menyajikan berita tersebut. Masyarakat yang percaya berita-berita palsu itu akan semakin banyak mengakses situs tersebut, dan akan mengisi pundi-pundi sang pengelola.

"Yang punya situs hoax (untung) karena pengunjungnya meningkat," ujar Adi Sulhardi saat dihubungi Tribunnews.com.

Lalu kenapa masyarakat Indonesia masih banyak yang termakan informasi semacam itu ? Adi Sulhardi mengatakan berita hoax bisa menyasar masyarakat dari berbagai macam tingkat pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah kondisi saat ini, sehingga sejumlah mendia mainstream dianggap berpihak.

"Tidak percaya ketika media tersebut tidak memberitakan apa yang dipercayainya, ketika media tersebut memberitakan apa yang diyakininya maka dia akan percaya," katanya.

Alhasil mereka yang tidak percaya dengan media mainstream tertentu, atau yang kepentingannya tidak diakomodir media mainstream, akan dengan mudah percaya berita-berita hoax yang sudut pemberitaannya sesuai dengan aspirasinya.

"Hanya ingin melihat apa yang ingin dilihatnya dan mendengar apa yang ingin didengarnya. Dalam teori 'spiral of silence' orang akan lebih 'pede' ketika apa yang dipikirkannya ternyata sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain atau yang diutarakan oleh media," katanya.

"Sehingga ketika ada berita dan itu sesuai dengan pendapatnya maka dia akan mempercayai itu konsep tabayyun (red: klarifikasi) sudah hilang karena adanya fanatisme yang besar," ujar Adi Sulhardi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini