Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah yang berada di pojok jalan perumahan Les Belles Mansion, Bumi Serpong Damai, Tangerang, sore itu ramai dikunjungi oleh awak media.
Rumah tersebut adalah milik Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar yang sebelumnya pernah menjadi pesakitan setelah terjerat kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
Hari ini Antasari sibuk melayani awak media setelah mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mulai hari ini, Antasari akan menjalani kebebasan sepenuhnya setelah Jokowi mengabulkan grasi yang diajukan oleh tim kuasa hukumnya.
Keputusan ini disambut baik oleh Antasari yang mengaku terkejut atas grasi yang diberikan oleh presiden Jokowi.
"Saya dapat kabar ini pada pukul 10.00 WIB. Saya sempat terkejut oleh grasi ini. Sebelumnya upaya saya kan gagal," ujar Antasari di rumahnya, Rabu (25/1/2017).
Kepastian ini didapatkan setelah Presiden Jokowi menandatangi surat pemberian grasi pada Senin, 23 Januari 2017. Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Antasari selama enam tahun sehingga dirinya dinyatakan bebas sepenuhnya.
"Keppres soal permohonan grasi Antasari sudah diteken Presiden dan dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Senin, 23 Januari 2017 kemarin," ujar juru bicara kepresidenan Johan Budi beberapa waktu yang lalu.
Pengajuan grasi Antasari sebenarnya sudah diajukan tim kuasa hukum kepada Presiden Jokowi sejak 2014. Namun saat itu grasi tersebut ditolak karena Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2010 menetapkan bahwa permohonan grasi dapat diajukan maksimal satu tahun setelah putusan Inkracht.
Seperti diketahui, putusan Inkracht kasus Antasari ditetapkan pada 2010 sehingga permohonan grasinya tidak dapat diterima.
Namun Antasari mendapatkan angin segar setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi terkait Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2010.
Tim kuasa hukum Antasari akhirnya mengajukan grasi kembali pada pada Agustus 2016. Setelah proses panjang melalui Mahkamah Agung dan kantor Kepresidenan akhirnya Antasari mendapatkan grasi.
"Sejak hari ini pak Antasari, dinyatakan sebagai mantan narapidana. Dirinya tidak lagi memiliki kewajiban untuk wajib izin. Karena kalau belum mendapatkan grasi sampai tahun 2022, pak Antasari masih berstatus sebagai narapidana," ujar pengacara Antasari, Boyamin Saiman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ampera, Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2017).
Menurut Boyamin, grasi ini menunjukan Presiden Jokowi mempercayai bahwa Antasari tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
Pasalnya dalam grasi yang diajukan oleh tim kuasa hukum menyatakan bahwa Antasari tidak bersalah.
"Soal ketatanegaraan, dalam grasi kita mengajukan jelas bahwa pak Antasari tidak bersalah. Dengan diberikannya grasi ini, berarti Presiden Jokowi sepakat bahwa pak Antasari tidak bersalah," jelas Boyamin.
Dijelaskan oleh Boyamin, grasi ini merupakan kado spesial bagi Antasari. Diketahui pada 5 Januari hingga 13 Januari lalu, Antasari menjalani ibadah umroh di tanah suci, Mekah dan Madinah.
Di tanah Suci, Antasari mengaku meminta kepada Allah untuk menunjukan orang yang memfitnahnya.
"Saya di tanah suci, memohon kepada Allah. Saya meminta kepada Allah untuk menunjukan siapa yang membuat saya bersalah," ujar Antasari.
Sebelum melakukan umroh, Antasari sempat ziarah ke makam orang tuanya di Sumatera Selatan. Dirinya juga sempat mengadakan syukuran di kampus almamaternya, Universitas Sriwijaya.
Kegiatan ini dilakukan Antasari setelah dirinya mendapatkan bebas bersyarat pada 10 November lalu, dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Tiga "Senjata" Antasari Ajukan Peninjauan Kembali
Antasari selanjutnya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum bahwa Antasari tidak bersalah.
"Selanjutnya kami akan mengajukan PK, untuk menghapus sepenuhnya putusan yang menyebutkan pak Antasari bersalah," ujar Boyamin.
Dalam pengajuan PK, tim kuasa hukum akan bermodalkan tiga bukti yang membuktikan bahwa Antasari tidak bersalah.
Pertama adalah mengenai bukti bahwa ada pihak yang menyalahgunakan teknologi IT untuk membuat SMS ancaman kepada korban, Nasruddin Zulkarnaen. Untuk membuktikan hal ini pihak kuasa hukum Antasari menggandeng Ahli IT dari ITB, Agung Harsoyo.
"Saya meminta diusut orang itu yang menggunakan nama saya," ujar Antasari.
Bukti kedua yang akan diajukan oleh tim kuasa hukum Antasari adalah mengenai sumpah palsu yang diduga dilakukan saksi yang dulu memberatkannya. Saksi ini menyatakan pernah melihat SMS ancaman yang diduga dari Antasari tersebut.
"Pak Antasari tidak melakukan itu berarti ada orang yang melakukan SMS itu," tambah Boyamin.
Menurut Boyamin, pihaknya sudah melaporkan kepada pihak kepolisian. Dirinya berharap pihak kepolisian segera mengejar orang tersebut.
Bukti ketiga akan digali dari pengakuan dokter Rumah Sakit Mayapada yang melakukan forensik terhadap korban Nasruddin. Pihak Antasari Azhar telah menggugat Rumah Sakit Mayapada karena tidak bisa menghadirkan baju milik Nasrudin yang merupakan salah satu barang bukti atas kasus itu.
Seperti diketahui, dokter di RS Mayapada adalah yang pertama kali mengetahui kondisi jenazah Nasrudin usai ditembak.
"Sekarang sudah dalam proses kasasi. Kalau ini dikabulkan paling tidak, kalau baju korban tidak ditemukan. Setidaknya dokter nanti bilang, bajunya berdarah berceceran di depan padahal menurut dakwaan ditembak dari samping berarti kan tidak cocok," ungkap Boyamin.
Selain ketiga hal tersebut, pihak kuasa hukum Antasari juga akan mengandalkan bukti uji balistik yang digunakan dalam pembunuhan. Menurutnya terdapat kejanggalan ketidakcocokan antara senjata yang digunakan dengan peluru yang membunuh Nasruddin.
"Berarti harus dikejar siapa yang menggunakan senjata ini. Senjata kan pasti ada pemiliknya," ungkap Boyamin.