TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pegawai Kementerian Keuangan, Triyono Utomo Abdul Sakti yang dideportasi dari Turki memboyong keluarga untuk bergabung dengan ISIS.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, Triyono menjual harta benda untuk membiayai kehidupan mereka di sana.
"Mereka juga membiayai diri sendiri dengan menjual harta bendanya," ujar Martinus di kompleks PTIK, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Martinus mengatakan, dari pemeriksaan, diketahui motif mereka menuju Suriah melalui Turki. Triyono dan keluarganya ingin hidup di negara yang berlandaskan syariat Islam.
Selama beberapa minggu, mereka sempat tinggal di Turki. Namun, tak jelas apa yang mereka lakukan di sana.
"Sama sekali tidak punya aktivitas. Makanya oleh otoritas di sana dilakukan pemeriksaan," kata Martinus.
Otoritas Turki memeriksa asal usul mereka dan tujuannya ke sana. Namun, ternyata diketahui tak ada tujuan yang jelas sehingga mereka dideportasi.
"Akan ada perpindahan mereka, tidak hanya di Turki tapi juga akan ke suatu tempat. Masih kita simpan dulu ya," kata Martinus.
Setelah dideportasi ke Bali, Triyono beserta istri dan tiga anaknya dibawa ke Jakarta dan dilakukan pemeriksaan lanjutan oleh Densus 88 Polri.
Triyono diketahui merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir llIC. Ia telah mengajukan pengunduran diri sebagai PNS Kemenkeu pada Februari 2016 silam.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7591KM,1/UP.72/2016, Triyono diberhentikan sebagai PNS atas dasar pemintaan sendiri mulai Agustus 2016.
Berdasarkan pemeriksaan Polri, Triyono dan keluarganya meninggalkan Indonesia menuju Thailand pada 16 Agustus 2016. Setelah itu mereka meneruskan penerbangan ke Turki.
Di Turki, Triyono sempat berpindah-pindah penginapan termasuk tinggal dipenampungan selama 3 bulan dengan tujuan ke Suriah.
Namun ia tertangkap oleh tentara Turki pada 16 Januari 2017 bersama 20 orang lainnya.
Triyono dideportasi dari Turki sejak Rabu (25/1/2017). Menggunakan maskapai penerbangan Emirates Airlines, Triyono dan keluarga tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Jumat (27/1/2017).
Bersama Triyono adalah Nur Khofifah (23 Januari 1962), Nur Azzahra (16 Maret 2004), Muhammad Syamil Utomo (18 Juli 2009), Muhammad Azzam Utomo (14 Juni 2013).
Informasi yang dihimpun Tribun, sebelum bertugas di Kemenkeu, Triyono meraih gelar Sarjana Sains Terapan (SST) dan Akuntan (Ak.) di Sekolah Tinggi Akuntasi pada 2004. Ia lalu meneruskan pendidikan Master of Public Administration (MPA) di Flinders University of South Australia pada 2009.
Jejak Triyono juga terekam selaku ekonom di bidang Public Policy pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dengan pangkat III C. Pada 2016, Triyono memilih mundur sebagai PNS Kemenkeu.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membenarkan Triyono Utomo Abdul Sakti merupakan mantan pegawainya. Ia dideportasi pemerintah Turki lantaran diduga akan bergabung dengan ISIS.
"Yang bersangkutan merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir di llIC," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti dalam siaran pers.
Menurut Nufransa, Triyono Utomo Abdul Sakti mengajukan pengunduran Diri sebagai PNS Kemenkeu pada Februari 2016 silam.
Sejak saat itu Triyono tidak dapat dihubungi Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7591KM,1/UP.72/2016, Triyono diberhentikan sebagai PNS atas dasar pemintaan sendiri mulai Agustus 2016.
"Terhitung sejak diberhentikan, segala kegiatan dan aktifitasnya tidak dapat lagi dihubungkan dengan Kemenkeu dan menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan," kata Nufransa.
Triyono Utomo Abdul Sakti sendiri dideportasi oleh pemerintah Turki bersama empat orang. (tribunnews/abdul qodir/kompas.com)