TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberhentian tetap Patrialis Akbar dari hakim konstitusi tidak harus menunggu penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi selesai atau hingga berkekuatan hukum tetap.
Patrialis akan diberhentikan tetap jika Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menemukan pelanggaran berat yang dilakukan Patrialis sehubungan kasus dugaan suap terkait uji materi undang-undang peternakan dan kesehatan hewan.
"Tanpa proses di sana (KPK), itu berjalan atau sesuai waktunya misalnya harus inkrah dulu sampai ke pengadilan sampai ke Mahkamah Agung, enggak," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Arief Hidayat menegaskan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah peradilan etik yang memiliki mekanisme sendiri.
Karena itu, pihaknya tidak perlu menunggu kasus Patrialis berkekuatan hukum tetap.
Mahkamah Konstitusi telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Dalam waktu dekat, Majelis akan bersidang pendahuluan sekitar 30 hari. Jika belum selesai, bisa diperpanjang 15 hari.
"Hasil sidang pendahuluan kalau ada pelanggaran berat tadi saya sampaikan maka dia merekomendasikan MKMK rekomenasikan Mahkamah untuk meminta kepada Presiden berhentikan sementara," ungkap Arief.
Setelah diberhentikan sementara, MKMK melanjutkan sidang lanjutan, pemeriksaan lanjutan.
Dalam pemeriksaan lanjutan sama 60 hari dan bisa diperpanjang 30 hari.
Namun demikian, Arief Hidayat berharap Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak menggunakan waktu maksimal agar nasib Patrialis segera diputuskan.
Pasalnya, Mahkamah akan disibukkan mengenai sengketa Pilkada sehingga jumlah hakim harus tetap sembilan.
"Kita berharap MKMK bisa maraton, bisa segera tidak gunakan batas waktu maksimal tapi kalau bisa seefektif mungkin segera bisa mengambil keputusan," tukas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu.
Patrialis Akbar sejak kemarin telah dibebastugaskan dari segala kewajiban dan wewenangnya sebagai hakim konstitusi.